SinarPost.com – Aceh merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang menyimpan sejarah begitu hebat, yang tentunya akan selalu menarik untuk dibahas. Mungkin banyak orang mengenal Aceh masa lalu karena keislamannya, atau dikenal karena menjadi daerah pemodal bagi kemerdekaan Republik Indonesia.
Tapi taukah anda, kalau Aceh tempo dulu juga terkenal sebagai salah satu daerah penghasil rempah. Bahkan Aceh diakui sebagai jalur rempah utama di Pulau Sumatera. Ya, Aceh dulunya juga terkenal sebagai penghasil rempah-rempah yang diincar oleh pengusaha-pengusaha manca negara seperti Portugis, India, China, Siam, Arab, hingga Persia.
Sekitar abad ke-15, Kerajaan Aceh Darussalam yang didukung komoditas rempah-rempah serta memiliki letak geografis yang berada di Selat Malaka menjadikannya sebagai salah satu jalur perdagangan terpenting dan paling sibuk di Nusantara.
Kesempatan emas tersebut tak disia-siakan oleh Kesultanan Aceh. Dengan sistem pemerintahannya yang bagus serta mampu mengelola perdagangan dengan baik, maka tak heran bila dulunya rakyat Aceh hidup makmur dan sejahtera, yang puncak kejayaannya terjadi pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636).
Sebelumnya, Aceh melalui kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan Lamuri – sebelum menyatu dengan Kerajaan Aceh Darussalam – juga telah mendominasi penguasaan jalur perdagangan di Selat Malaka sejak abad ke 13 M, dengan hasil rempah utamanya adalah lada.
Berkaca dari sejarah di atas, maka tak heran bila Ditjen Kebudayaan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyatakan Aceh sebagai ujung tombak dari program jalur rempah yang saat ini sedang dipersiapkan untuk diusulkan sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO (organisasi PBB).
Ketua Komite Program Jalur Rempah Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud, Ananto K. Seta, saat berkunjung ke Aceh baru-baru ini mengatakan bahwa Aceh secara historis pernah memimpin jalur perdagangan rempah dan kini Aceh adalah ujung tombak dari 20 titik awal rekonstruksi jalur rempah yang tengah dipersiapkan untuk diusul ke UNESCO.
Dikatakan Ananto, dari 20 titik awal rekonstruksi jalur perdagangan rempah nasional di seluruh Indonesia, dua diantaranya berada di Aceh, yaitu Aceh Utara dan Banda Aceh.
Menurut Anato, hasil yang diharapkan dari program jalur rempah ini adalah sebagai paltform budaya bersama untuk menumbuhkan kebanggaan akan jati diri daerah-daerah di Indonesia dan memperkuat jejaring interaksi budaya antar daerah, pulau dan bangsa.
“Selain itu juga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan, mengemban dan memanfaatkan warisan budaya jalur rempah untuk pembangunan Indonesia,” ungkapnya.
Terakhir, kata Ananto, hasil yang diharapkan dari jalur rempah itu adalah untuk mendapatkan pengakuan UNESCO sebagai warisan dunia untuk memperkuat diplomasi Indonesia sekaligus meneguhkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.