SinarPost.com, Banda Aceh – Tanggal 22 Januari 2020 besok akan memasuki tahun ke 18 wafatnya mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Teungku Abdullah Syafi’i. Seperti diketahui, Abdullah Syafi’i menghadap Sang Pencipta Allah SWT, setelah gugur dalam sebuah pertempuran dengan Pasukan TNI di hutan Jim-jim, Pidie Jaya, pada 22 Januari 2002 silam. Ia syahid bersama istrinya Cut Fatimah dan dua pengawalnya.
Komite Peralihan Aceh (KPA) yang merupakan wadah perkumpulan mantan Kombatan GAM akan memperingati haul Abdullah Syafii yang ke 18 besok. Peringatan 18 tahun syahidnya Panglima GAM itu akan berlangsung di komplek makam Tgk Abdullah Syafi’i yang terletak di Cubo, Kabupaten Pidie Jaya. Juru Bicara (Jubir) KPA Pusat, Azhari Cage mengatakan, peringatan haul Tgk Abdullah Syafi’i ini akan di isi dengan zikir dan do’a.
Sosok Tgk Abdullah Syafi’i
Sebagai Panglima GAM, Tgk Abdullah Syafi’i kala itu tentu memiliki peran yang sangat besar dalam tubuh perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Sosok Alhmarhum yang kerap disapa dengan sebutan Teungku Lah ini lahir pada tanggal 22 Oktober 1947 di Matanggeulumpang Dua, Bireuen.
Dalam masa usia muda, Abdullah Syafi’i sempat mengenyam pendidikan di sekolah Madrasah Aliyah Negeri Peusangan, Bireuen. Ia juga belajar ilmu agama di sejumlah Pesantren di Aceh. Dari beberapa sumber yang didapat, Teungku Lah mulai terlibat GAM pada awal 1980, namun ada juga kabar yang menyebutkan bahwa Ia bergabung dengan GAM sehari sebelum Hasan Tiro memproklamirkan GAM di Gunong Halimon pada 4 Desember 1976.
Terlepas kapan tanggal pastinya Abdullah Syafi’i bergabung dengan GAM, yang jelas periode perjuangan GAM yang menggema antara tahun 1998 sampai ia meninggal dunia (2002), Abdullah Syafi’i adalah sosok kunci di sayap militer GAM dalam upaya merebut kemerdekaan Aceh dari Indonesia. Tgk Abdullah Syafi’i memang tidak mendapat pendidikan militer di Libya seperti kebanyakan tokoh besar GAM lainnya, namun ia diangkat sebagai Panglima GAM.
Sang Deklarator GAM Almarhum Tgk Hasan Tiro mengangkatnya sebagai Panglima untuk memimpin Pasukan GAM “Ban Sigom Aceh” dalam merebut kemerdekaan dari Republik Indonesia. Dalam masa kepemimpinannya, Abdullah Syafi’i bukan hanya menjadi pemimpin militer GAM tapi juga menjadi panutan kalangan GAM dan rakyat Aceh lewat kepribadiannya yang religius, santun dan bersahaja. Ia begitu dicintai oleh pasukan GAM dan rakyat Aceh, serta disegani oleh tentara musuh (TNI).
Perjuangan Abdullah Syafi’i berakhir pada tanggal 22 Januari 2002, ia syahid bersama istri dan dua pasukannya setelah disergap oleh pasukan TNI. Abdullah Syafi’i syahid pada umur 54 tahun. Sekitar sebulan sebelum ia syahid, Abdullah Syafi’i sempat memberikan wasiat yang sangat menyentuh kepada pasukannya. Berikut kutipan wasiat terakhir Abdullah Syafi’ia yang populeh di kalangan pejuang GAM dan rakyat Aceh.
“…jika pada suatu hari nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah SWT agar mensyhidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin memperoleh kedudukan apa pun apabila negeri ini (Aceh) merdeka!”