Oleh : Rosa Feviaderiani*
Gelandangan dan pengemis atau sering disingkat dengan sebutan Gepeng adalah suatu hal yang tidak asing lagi di telinga kita, dimana keberadaan mereka dapat dengan mudah kita jumpai di setiap sudut Kota Banda Aceh yang dijuluki Kota Gemilang. Gelandangan pada prinsipnya berbeda dengan pengemis, seseorang yang menggelandang lazimnya tidak mempunyai tempat tinggal menetap, biasanya mereka ini tinggal di bawah jembatan, kaki lima, trotoar jalan dan lain sebagainya. Sementara pengemis memiliki tempat tinggal namun oleh karena desakan ekonomi mereka mimilih untuk mengemis atau meminta.
Gepeng di Banda Aceh
Banda Aceh merupakan Ibukota dari Provinsi Aceh. Saat ini keberadaan pengemis di kota yang dijuluki Kota Gemilang itu sudah sangat meresahkan. Bukan disebabkan oleh desakan ekonomi akan tetapi para pengemis sudah menjadikan mengemis sebagai profesi baik karena sifat malasnya maupun karena sudah keenakan mendapat uang tanpa harus bekerja capek-capek. Bagi mereka mengemis sudah dianggap pekerjaan yang dapat mensejahtrakan dan seperti sudah melekat dikehidupan sehari-hari yang apabila tidak mengemis seakan ada yang merasa hilang begitu.
Pemerintah menentang keras keberadaan gelandangan dan pengemis yang meminta-minta di jalan. Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) No 14 Tahun 2007 telah mengatur tentang gelandangan dan pengemis. Larangan mengemis dan menggelandang juga diatur dalam Pasal 504 dan Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidan (KUHP), Buku ke-3 tentang Tindak Pidana Pelanggaran. Selain itu ada juga regulasi serta himbauan yang dikeluarkan oleh setiap daerah di Indonesia.
Pemko Banda Aceh juga sudah berulang kali mengeluarkan himbauan agar tidak melayani para peminta-minta baik di persimpangan jalan, warung kopi, cafe, restoran dan tempat-tempat umum lainnya. Pemko Banda Aceh dan juga Pemerintah Aceh melalui Dinas Sosial juga kerap melakukan razia gepeng di Banda Aceh, namun juga tidak berbuah hasil dimana beberapa waktu setelah pembinaan para gempeng kembali menghiasi sudut-sudut Kota Gemilang. Dalam banyak survei menyebutkan bahwa para gepeng di Banda Aceh mayoritasnya bukan warga setempat melainkan datang dari berbagai daerah di Aceh. Para pengemis ini seperti ada yang mengelola sedemikian rupa sehingga mereka tetap berani mengemis meski sudah berulang kali di tangkap petugas Satpol PP.
Keberadaan gepeng yang kembali meminta-minta juga tidak terlepas karena sifat malas dan merasa keenakan mendapat uang hanya dengan berdiri di persimpangan jalan atau mendatangi satu warung ke warung lainnya. Secara kasar per hari para pengemis ini bisa mengumpulkan uang Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu. Nah, pekerjaan mana sekarang yang hanya meminta-minta tanpa harus bersusah payah bisa menghasilkan gaji yang cukup menjanjikan seperti itu. Karna hal tersebut pengemis tidak mau di bawa ke rumah singgah, karna pekerjaan-nya sebagai pengemis lebih menguntungkan, dan terkadang mereka hidup lebih sejahtera dari pada orang yang memberi dia uang, bahkan terkadang pemberinya itu hanya seorang kuli bangunan yang penghasilan nya pas-pasan, mungkin untuk memenuhi biaya kebutuhannya sehari-hari saja tidak cukup.
Keberadaan gepeng di Kota Gemilang saat ini sudah sangat meresahkan, karena banyak dari mereka membuat kumpulan dengan membawa embel-embel masjid, pesantren, mengatas namakan anak yatim piatu, ada juga yang berpura cacat dan lemas untuk menarik empati masyarakat. Hal ini dapat dengan mudah kita jumpai seperti di Simpang Jambo Tapee, Simpang 5, bahkan para pengemis “door to door” bolak balik dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam satu jam kadang-kadang kita kedatangan pengemis 3 hingga 5 orang. Beberapa kasus yang terkuak, para gepeng di Banda Aceh ternyata memiliki harta yang signifikan, rumah mewah, memakai smartphone canggih, jelasnya keberadaan mereka jauh lebih sejahtera dari seorang kuli bangunan.
Pada dasarnya ada beberapa faktor yang menjadi penyebab seseorang mengemis atau meminta-minta, seperti kemiskinan, musibah yang dialami tiba-tiba, hutang yang melilit dan lain sebagainya. Faktor-faktor itulah yang mendorong seseorang menjadi gepeng atau lebih khususnya menjadi peminta-minta, mereka merasa tidak dapat melakukan apa-apa lagi selain mengemis karna sudah buntu jalan untuk mendapatkan uang.
Namun realitasnya saat ini, banyak gepeng yang menggunakan smartphone canggih dan mewah, mereka meminta bukan hanya sekedar untuk memenuhi hasrat kehidupannya yang mendesak namun disebabkan karena malas dan sudah menjadi kebiasaan sehingga profesi meminta bagi mereka seakan seperti pekerjaan yang dibenarkan. Padahal jelas agama dan negara melarang meminta-minta.
Pandangan Islam
Dalam Islam, perbuatan mengemis merupakan satu perbuatan yang terlarang. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda “Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api”. Dari Hadist ini jelas bahwa meminta-minta adalah sebuah tindakan yag sangat tidak terpuji dan dilarang. Sehingga digambarkan bagi siapa yang meinta-minta bukan karena kebutuhan mendesa layaknya memakan bara api.
Islam sangat memotivasi kita untuk bekerja keras, karna dengan bekerja keras kita dapat penghasilan untuk menjalankan kehidupan. Selain itu Rasulullah sendiri sangat melarang para sahabat dan umatnya untuk meminta-minta karna kegiatan itu ialah sebuah pekerjaan yang sangat hina dan dapat menghilangkan rasa malu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Haditsnya menganjurkan kita untuk berusaha dan mencari nafkah apa saja bentuknya, selama itu halal dan baik, tidak ada syubhat, tidak ada keharaman, dan tidak dengan meminta-minta.
Namun adapun orang-orang yang dibolehkan untuk meminta-minta seperti yang diriwayatkan dari Sahabat Qabishah bin Mukhariq al-Hilali Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:ا.
“Wahai Qabiishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: (1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti, (2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan (3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”.
Jadi, mulailah untuk bekerja apapun itu asalkan halal. Jangan pernah meminta kecuali karena kebutuhan yang benar-benar mendesak sebagai yang dijelaskan dalam Hadist Nabi di atas. Yakinlah bahwa Allah SWT akan selalu ada untuk membantu hamba-Nya yang berusaha, dan jika Dia memberikan cobaan pasti tidak akan melebihi kemampuan hamba Nya.
Di sisi lain Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kota Banda Aceh perlu mengambil tindakan lebih untuk meminimalisir keberadaan gepeng di Kota Banda Aceh, meski tidak berujung terhadap hukuman kiranya perlu melakukan pembinaan yang benar-benar membuat para peminta tidak lagi mengulangi aksi meminta-minta, baik pembinaan keterampilan, pemberian modal usah yang dikontrol sedemikian rupa, bahkan dikembalikan ke daerahnya masing-masing dengan ancaman kurungan apalagi mengulangi aksinya bukan karena desakan sebagaimana yang dibolehkan oleh agama.
*Penulis merupakan mahasiswi Fakultas FISIP UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Email: rosa.ade2000@gmail.com.