Oleh : Maisarah*
Berbagai program dibuat oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga hadirnya berbagai aturan-aturan tertulis yang seharusnya dapat dipatuhi. Tanpa diiringi kesadaran akan aturan, hukum berjalan sendirinya tanpa ada yang mengindahkan. Ego akan kepentingan masing-masing mengakibatkan hukum rimba yang diberlakukan. Hak yang diberikan Negara kepada masyarakat miskin, berbagai oknum pun ikut meliriknya. Ditengah masyarakat yang demokrasi, rakyat miskin semakin terjepit, hingga kebutuhan pokok merekapun dijadikan lahan bisnis oleh pihak tertentu.
Di zaman yang serba digital ini, beragam isu diangkat kepermukaan hingga menuai pembicaran publik. Isu kesejahteraan pun dibahas dari berbagai sudut pandang, dan perlunya perhatian dari berbagai pihak. Kesejahteraan merupakan tujuan dari sebuah Negara. Kesanggupan pemerintah dalam menjamin kesejahteraan masyarakatnya menjadi indikator penting agar terbentuknya Negara ideal.
Masyarakat dewasa ini, lebih memilih melakukan aktivitas yang lebih praktis, sehingga waktu dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas lainnya. Dulu masyarakat menggunakan kayu bakar untuk memasak kemudian beralih pada kompor yang menggunakan minyak tanah, kemudian pemerintah membuat program konversi minyak tanah ke Lequefied Petroleum Gas (LPG) yang lebih praktis, bersih, dan efisien dan dapat mengurangi ketergantungan terhadap BBM (Bahan Bakar Minyak).
Gas LPG 3 kg ini diperuntukkan khusus bagi masyarakat miskin dan usaha mikro. Dasar hukum terkait dengan gas bersubsidi diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2009. Jelas tercantumkan bahwa LPG 3 kg hanya diperuntukakan bagi Rumah tangga miskin dan usaha mikro, namun realita yang terjadi hampir seluruh kalangan masyarakat menikmati gas bersubsidi tersebut, sehingga hal ini berdampak pada kelangkaan.
LPG 3 kg atau yang dikenal dengan gas melon, pada tabungnya terpampang jelas “Hanya Untuk Masyarakat Miskin” dan ada sebagian masyarakat yang menduafakan diri agar dapat memperoleh produk subsidi ini. perbuatan masyarakat yang tidak realistis ini berdampak pada ketidaktepatan sasaran pada kebijakan yang telah direncanakan pemerintah, sehingga masyarakat miskin yang berhak untuk mendapatkan gas subsidi mengalami kesulitan karena terbatasnya persediaaan.
Selain masyarakat yang menduafakan diri, masalah terbesar dari produk subsidi ini juga para agen, mereka menjual LPG 3 kg dengan harga yang lebih tinggi dari pada harga yang dipasarkan kepada masyarakat sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah. Pemain belakang ini menarik perhatian sebagian pangkalan untuk melakukan penimbunan LPG 3 kg, mereka mencopot penutup pada tabung agar masyarakat mengira LPG tersebut telah kosong, kemudian pangkalan menjualnya kepada para agen, lalu dijual kembali kepada masyarakat dengan harga yang miris. Ketika masyarakat mengetahui adanya upaya penipuan yang dilakukan oleh pihak pangkalan, masyarakat melaporkannya pada aparat terdekat, namun setelah dilakukan pemeriksaan dan upaya hukum sesaat pangkalan tersebut kembali beroperasi selayak biasanya. Lantas mengapa ini bisa terjadi? Inilah pertanyaan yang selalu muncul dibenak masyarakat.
Problematika ini dapat terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan dari pihak yang berwenang dalam Pendistribusian hingga sampai ke tangan masyarakat yang tepat sesuai pada sasaran yang ditargetkan. Dibutuhkan pula kesadaran dari berbagai kalangan masyarakat agar dapat meminilalisir kesenjangan yang terjadi. Sebaiknya dilakukan perubahan mekanisme dalam penyaluran LPG 3 kg yang kini disubsidikan kepada produk, namun akan lebih tepatnya jika langsung kepada masyarakat penerima manfaat yaitu rumah tangga miskin dan usaha mikro. Penyaluran langsung kepada masyarakat penerima manfaat ini bisa dilakukan dengan cara pemberian bukti semacam kartu kepada masyarakat yang layak mendapatkan setelah dilakukan proses seleksi.
Terkait dengan oknum yang melakukan penyalahgunan, pemerintah harusnya menjatuhkan hukuman berupa tahanan dan denda agar menimbulkan efek jera, kemudian untuk pangkalannya dicabut izin beroperasi dalam jangka waktu yang lama, supaya mereka dapat berfikir berulang kali sebelum melakukan hal yang dilarang tersebut. Pemerintah haruslah serius dalam menuntaskan persoalan ini, agar kebijakan pemerintah yang semula berniat baik tidak ditunggangi oleh pihak tertentu yang dapat memepengaruhi kepercayaan publik. Ketegasan pemerintah dalam menindaklanjuti kasus ini dibutuhkan agar dapat menghadirkan keadilan bagi seluruh kalangan masyarakat.
Bila pemerintah tidak segera menyelesaikan persoalan ini, dalam arti membiarkan masalah ini terus berlarut-larut, maka kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan semakin menurun, sehingga berdampak pada kurangnya partisipasi masyarakat dalam program-program pemerintah lainnya. Tolak ukur keberhasilan suatu program pemerintah sangat tergantung pada partisipasi masyarakat terhadap program tersebut. Jika masyarakat tidak mau mengikutsertakan diri maka akan sulit bagi pemerintah untuk dapat mengetahui permasalahan dan kebutuhan masyarakat, lalu bila pemerintah tidak mengetahui hal ini, bagaimana cara pemerintah untuk memenuhinya agar masyarakat dapat sejahtera.
Pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat disuatu Negara, dalam lingkup Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, hingga unit terkecil dari pemerintahan yaitu Desa. Di dalam masyarakat pada umumnya terdapat berbagai persoalan-persoalan yang dibutuhkan turun tangan pemerintah untuk menyelesaikannya. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di dalam masyarakat dapat disebut sebagai kebijakan. Kebijakan dibuat tidaklah serta merta melainkan melalui berbagai tahapan-tahapan yang harus ditempuh dan keseluruhan tahapan ini memiliki prosedur masing-masing.
Biasanya sebuah kebijakan akan lahir dari berbagai isu-isu yang ada. Isu yang dimaksud merupakan isu yang sudah mencapai pada titik kritis yang apabila tidak segera diselesaikan akan membawa dampak kepada masyarakat secara luas, isu itu sedang banyak diminati oleh masyarakat dan juga banyak diliput oleh media massa. Berangkat dari isu inilah pemerintah mengetahui masalah yang sedang terjadi didalam masyarakat. Kemudian pemerintah memilih beberapa diantaranya dan membahas lebih lanjut didalam forum. Kebijakan yang telah direncanakan dan ditetapkan kemudian diimplementasikan didalam masyarakat, serta diiringi dengan kegiatan monitoring sebagai bentuk pemantauan terhadap suatu objek atau kinerja pelaksanaan suatu kebijakan. Perlunya dilakukan monitoring ini agar tidak terjadinya kekeliruan atau penyelewengan di dalam suatu kebijakan dan dapat meningkatkan efisiensi dalam mengatur rencana kerja.
Setelah sebuah kebijakan selesai diimplementasikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, kebijakan ini dilakukan evaluasi sebagai bentuk penilaian akhir, apakah kebijakan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan. Kesimpulan yang didapat dari proses evaluasi ini, kebijakan yang berjalan baik atau outputnya telah sesuai dengan yang diharapkan akan dilanjutkan, yang belum sesuai akan diperbaiki dan dilanjutkan, atau dihentikan.
Output kebijakan yang belum optimal bukan sepenuhnya salah pemerintah, walaupun kadang kala pemerintahlah yang menentukan, karena sebagai pemegang otoritas, yang dengan otoritas tersebut pemerintah dapat melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan menyelesaikan masalah yang terjadi, namun dalam hal ini, agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan, terlebih dahulu tata nilai adat dan budaya masyarakat yang masih harus dibenahi.
*Penulis merupakan mahasis Prodi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Pemerintahan (SISIP) UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Email: maisarahsalam@gmail.com.