SINARPOST.COM, PAPUA – Sebagai negara yang majemuk dengan menganut ideologi Pancasila, seharusnya setiap warga negara Indonesia, setiap daerah, harus mampu menjunjung tinggi nilai Bhinneka Tunggal Ika serta menghargai satu sama lain, dimana perbedaan suku, agama, warna kulit, tidak lantas membuat kita saling membenci, saling menyindir dan saling mencibir. Kita adalah satu meski berbeda-beda.
Rasisme, apapun bentuknya adalah hal yang tidak bisa diterima, apalagi hal itu dilakukan oleh sesama warga negara, tentu akan terasa menyakitkan. Setidaknya hal ini lah yang memicu kemarahan warga Papua hingga berujung kerusuhan.
Seperti diketahui, kerusuhan pecah di Kota Manokwari, Papua Barat, pada Senin (19/8/2019) pagi. Sejumlah ruas jalan pun diblokir massa, bahkan massa turut membakar Kantor DPRD setempat. Hal ini terjadi diduga buntut dari kejadian di Kota Surabaya dan Malang, Jawa Timur, terhadap mahasiswa Papua.
Gubernur Papua, Lukas Enembe pun ikut marah dengan perlakuan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur tersebut. Kerusuhan diduga karena adanya ungkapan ‘monyet’ terhadap mahasiswa Papua. Mahasiswa Papua se-Jawa bahkan telah menyatakan sikap mengecam tindakan rasisme itu.
Menurut Lukas Enembe seperti dilansir Viva.co.id, mahasiswa dan masyarakat Papua merasa marah dengan perlakuan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur. Kemarahan mahasiswa dan masyarakat di Papua memancing aksi kerusuhan hingga pembakaran di kantor DPRD Papua Barat.
Untuk meredam kerusuhan yang meluas, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sendiri telah meminta masyarakat Papua agar tidak terpancing dengan isu-isu yang belum tentu kebenarannya alias hoax. Namun demikian, Tito mengaku menyesalkan dan prihatin dengan munculnya kata-kata yang tidak etis dari oknum tertentu mengenai orang Papua di Jawa Timur.
Menurut Tito ada kesalahpahaman saat aksi mahasiswa Papua di sejumlah kota di Jawa Timur (Jatim) dengan massa. Sehingga muncul kata-kata yang memancing kemarahan mahasiswa Papua.
“Saya sangat memahami karena saya dua tahun berdinas di sana. Jangan mudah terpancing dengan berita-berita yang tidak benar,” ujar Kapolri seperti dilansir Sindonews.com, pada Senin (19/8).
Untuk itu, Kapolri meminta warga Jatim, warga Jawa Tengah, Jawa Barat dan daerah lain di Indonesia, agar tidak memberi perlakuan yang berbeda pada warga Papua.
“Mahasiswa Papua adalah bagian dari anak bangsa. Kita semua bersaudara. Mari kita terus jalin komunikasi dengan baik. Jangan mudah terpancing hoaks,” ujarnya.
Berbeda Tetapi Tetap Satu
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) didirikan bukan oleh suku Jawa, bukan suku Aceh, bukan Batak, bukan Minang, bukan suku Minahasa, bukan pula suku-suku lainnya, tapi Indonesia berdiri karena berkat perjuangan seluruh suku dan ras yang ada di Nusantara, mulai dari Aceh hingga Papua.
Tidak ada ras atau suku superior tertentu yang mengatur ras lainnya di Republik ini, oleh karena itu nilai-nilai toleransi harus benar-benar dijunjung demi tegaknya nilai kesatuan dan persaudaraan. Sejatinya hal ini telah ditegaskan melalui semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila, yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang artinya adalah “berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Rasisme adalah sesuatu yang mesti dihilangkan di negeri ini, sebab rasisme dapat menimbulkan gelombang perpecahan. Di belahan dunia manapun rasisme adalah hal yang sangat diantisipasi karena ia penyakit yang melanda beberapa masyarakat yang menganggap manusia lain yang berbeda dalam hal budaya, kesukuan dan kepercayaan lebih rendah dari manusia lainnya, dan terdapat intimidasi baik verbal maupun non-verbal oleh oknum tertentu terhadap orang-orang yang dianggap minoritas atau berbeda darinya baik dari sisi agama maupun dari warna kulit.
Indonesia saat ini sepertinya telah menjadi lahan subur rasisme, yang terkadang memang sengaja digunakan oleh segelintir oknum untuk kepentingan tertentu. Padahal Indonesia memiliki sejarah panjang, dimana didirikan olehfounding fathersdengan darah dan ideologi-ideologi yang melahirkan Indonesia, sekarang dirusak oleh prilaku beberapa oknum yang menyerang secara verbal maupun non-verbal manusia lainnya yang dianggap berbeda baik secara agama, kesukuan dan ras.
Rasisme harus menjadi perhatian serius Pemerintah Indonesia jika tidak ingin negeri ini tercabik-cabik oleh gelombang perpecahan. Rasisme juga sama halnya dengan radikalisme dan terorisme, yang keberadaannya jika tidak diantisipasi dan diberantas dengan baik, maka akan merusak sendi-sendi persatuan dan kesatuan NKRI.
Kasus yang terjadi di Papua hari ini adalah salah satu contoh nyata. Pemerintah atau pihak lainnya boleh beranggapan bahwa apa yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya dan Jawa Timur dipicu oleh hal kecil. Masalah besar tidak selamanya muncul karena hal besar, tapi juga dari hal kecil yang jika tidak diantisipasi dengan baik maka ia akan menjadi “bom waktu” yang siap meledak menggoyahkan NKRI.
Kita pastinya berharap, kasus yang terjadi di Papua dapat segera di reda oleh pemangku kebijakan negeri ini. Membubar atau meredakan massa tentu bukan satu-satunya cara menyelesaikan masalah, tapi mengusut dan memproses hukum kasus yang dialami warga Papua di Surabaya dan Malang juga perlu dituntaskan, terlebih jika kasus tersebut didalangi oleh kekuatan-kekuatan tertentu.