SINARPOST.COM – Tanggal 23 Juli menjadi sejarah tak terlupakan bagi Bangsa Indonesia, dimana pada tanggal tersebut Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dipimpin oleh seorang perempuan untuk pertama kalinya. Ya, tanggal itulah Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau umumnya dikenal sebagai Megawati Soekarnoputri dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-5.
Megawati adalah anak dari Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia sekaligus Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Magawati lahir di Yogyakarta pada tanggal 23 Januari 1947, dan resmi mejabat sebagai Presiden wanita Indonesia pertama pada tanggal 23 Juli 2001 menggantikan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Megawati menjadi Presiden tidak terlepas dari pertikaian antara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan Lembaga DPR RI/MPR RI. Pada Pemerintahan Gus Dur, Megawati menjabat sebagai Wakil Presiden.
Pada tanggal 23 Juli 2001, Lembaga DPR/MPR menggelar Sidang Istimewa dalam menanggapi langkah Gus Dur yang ingin membekukan Lembaga Wakil Rakyat tersebut. Perseteruan antara Gus Dur dan DPR/MPR menjadi berkah bagai Megawati. Perempuan yang akrab sisapa Mbak Mega itu kemudian dilantik sebagai Presiden Indonesia menggantikan Gus Dur.
Pada tahun 2004, Megawati yang maju dalam pencalonan Presiden RI periode 2004-2009 dikalahkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat ini Megawati menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dan memiliki andil besar dibalik Pemerintahan Jokowi.
Megawati Terapkan Darurat Militer di Aceh
Bagi rakyat Aceh, kepemimpinan Megawati Soekarno Puteri turut menghadirkan nestapa yang sangat memilukan. Dua tahun setelah dilantik sebagai Presiden Indonesia, anak dari Soekarno – yang sempat mengemis seraya menyeka air matanya di hadapan rakyat Aceh untuk dibelikan pesawat udara dalam mempertahankan negara Indonesia – justru menjadi malapetaka.
Pada tanggal 19 Mei 2003, Megawati menandatangani pemberlakuan operasi militer di Aceh untuk menumpas perlawanan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Puluhan ribu prajurit TNI dan polisi anti huru hara dikerahkan ke Aceh untuk membantai dan membunuh kelompok yang di anggap makar terhadap negara NKRI.
Operasi militer ini dilakukan setelah GAM menolak ultimatum untuk menerima otonomi khusus di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Operasi ini merupakan operasi militer terbesar yang dilakukan Indonesia sejak Operasi Seroja 1975. Mulai 19 Mei 2003, Aceh benar-benar mencekam, rakyat Aceh terkurung dalam dentuman senjata, ekonomi lumpuh karena masyarakat takut keluar rumah.
Selama pemberlakuan operasi militer itu, segala bentuk pelanggaran HAM berat dialami oleh masyarakat Aceh, khususnya mereka yang dianggap menjadi penganggu keamanan, khususnya terhadap mereka dianggap terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun sayangnya, bukan hanya anggota GAM yang ingin memisahkan diri dari NKRI yang menjadi sasaran prajurit TNI, rakyat Aceh tak berdausa juga menjadi korban dari kebiadaban tentara Indonesia kala itu. Ribuan rakyat Aceh terbunuh “di tangan Megawati” karena kebijakannya yang memberlakukan darurat militer.
Pada Pemilu 2004, Megawati kalah dan lengser dari kursi Presiden RI. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kala itu berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) mengambil alih kepemimpinan Indonesia. Tidak lama setelah SBY-JK dilantik, Aceh ditimpa musibah besar berupa gempa dan tsunami pada akhir 2004, musibah maha dahsyat ini telah menghancurkan Aceh dengan korban jiwa mencapai 200 ribu lebih.
Misibah ini turut membuka mata hati Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia untuk duduk satu meja menyelesaikan pertikaian berkepanjangan. Konflik Aceh pun berakhir dengan tercapainya MoU Helsinki di Filandia pada 15 Agustus 2005.