SinarPost.com, Banda Aceh – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara pemilu Kabupaten Aceh Timur. Pemeriksaan berlangsung pada Jumat (27/11/2020) dalam sidang dugaan kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) perkara nomor 138-PKE-DKPP/XI/2020.
Dikutip SinarPost.com dari laman dkpp.go.id, dalam sidang tersebut, DKPP memeriksa enam penyelenggara pemilu, yang terdiri dari lima Anggota KIP Kabupaten Aceh Timur dan seorang dari Panwaslih Kabupaten setempat.
Lima Teradu dari KIP Aceh Timur adalah Zainal Abidin, Nurmi (Anggota merangkap Ketua), Eni Yuliana, Sofyan, dan Faisal. Kelima nama tersebut masing-masing berstatus sebagai Teradu IV.
Sedangkan satu Teradu lainnya adalah Ketua Panwaslih Aceh Timur, Maimun. Maimun berstatus sebagai Teradu VI dalam perkara ini.
Para Komisioner KIP dan Ketua Panwaslih Aceh Timur tersebut diadukan oleh Sulaiman, Caleg DPRK Aceh Timur pada Pileg 2019 lalu dari Partai Daerah Aceh (PDA). Ia menyerahkan kuasanya kepada Auzir Fahlevi SH.
Dalam proses sidang, Auzir menyebut Teradu IV telah melakukan kecurangan dalam tahapan perhitungan suara Pemilu 2019, di antaranya adalah manipulasi informasi dokumen DB1-DPRK, mengeluarkan sertifikat rekapitulasi perhitungan perolehan suara DPRD dari setiap kecamatan, serta menambahkan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan pengguna hak pilih dalam Formulir DB1-DPRK.
Sedangkan Teradu VI diduga dalam mengeluarkan surat klarifikasi terkait DB1-DPRK versi II dari KIP Aceh Timur yang ditujukan kepada Ketua Partai Daerah Aceh (PDA) Kabupaten Aceh Timur pada tanggal 1 Juli 2019 tidak memberikan informasi lanjutan tentang proses klarifikasi yang dimaksud.
Dalil-dalil di atas pun dibantah oleh para Teradu. Anggota KIP Aceh Timur Zainal Abidin mengatakan bahwa pihaknya tidak mengubah DB1-DPRK Dapil Aceh Timur dan tidak menambah suara ke caleg dari partai lain yang membuat Sulaiman tidak lolos sebagai Anggota DPRK Aceh Timur periode 2019-2024.
Selain itu, katanya, Sulaiman dan Partai Daerah Aceh juga mengajukan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Perkara APPP Nomor: 260-17-01 / AP3-DPR-DPRD / PAN.MK / 2019 (Alat Bukti 5 ), dan telah dikeluarkan putusan dengan Nomor: 248-17-01 / PHPU.DPR-DPRD / XVII / 2019.
“MK tidak menemukan fakta yang menguatkan dalil hukum Sulaiman sehingga dalam amar putusannya menolak eksepsi dan permohonan tersebut,” kata Zainal.
Dalam sidang tersebut Zainal juga membantah keterangan pengadu dan saksi pengadu terkait intervensi Wakil Bupati Aceh Timur kepada KIP Aceh Timur supaya kursi terakhir di Dapil 2 DPRK Aceh Timur dapat menjadi kursi milik PA.
“Tidak benar kami mendapat tekanan dari Wakil Bupati Aceh Timur,” tegas Zainal.
Sementara itu, Ketua Panwaslih Aceh Timur, Maimun mengakui bahwa dirinya telah mendapat informasi tentang dugaan DB1-DPRK Dapil 2 Aceh Timur versi kedua oleh KIP Aceh Timur. Informasi yang didapat dari lisan dari Bappilu Partai Daerah Aceh, Ridwan pada 25 Juni 2019.
Setelah berkoordinasi dengan semua Anggota Panwaslih Aceh Timur, ia memutuskan untuk mengadakan Rapat Pleno untuk membahas informasi dari Ridwan tersebut. Rapat Pleno ini diadakan pada 27 Juni 2020.
Setelah pleno, kata Maimun, Panwaslih Aceh Timur pun memangil KIP Aceh Timur dan Partai Daerah Aceh Kabupaten Aceh Timur untuk dimintai klarifikasi. Hasil klarifikasi ini dituangkan dalam Laporan Hasil Pengawasan atau Formulir A untuk selanjutnya dikaji oleh Divisi Penindakan Pelanggaran dan diputus dalam Rapat Pleno.
“Kami tidak memberikan Formulir A hasil pengawasan, kajian dan berita acara pleno kepada Pengadu karena merupakan informasi yang dikecualikan berdasarkan Penetapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Bawaslu Nomor: 0016 / BAWASLU / H2PI / HM.00 / I / 2019,” jelas Maimun.
Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP Prof Teguh Prasetyo yang bertindak sebagai Ketua Majelis. Ia didampingi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Aceh yang menjadi Anggota Majelis, yaitu Faizah dari unsur Bawaslu, Muklis dari unsur Masyarakat, dan Munawarsyah dari KIP.