SinarPost.com, Banda Aceh – Pemerintah Acehmelalui Dinas Sosial Aceh terus melakukan komunikasi dengan Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) RI, terkait upaya pembebasan dan pemulangan para nelayan baik yang ada di Thailand, India dan Myanmar.
Kepala Dinas Sosial Aceh, Alhudri, saat ditemui sejumlah wartawan di ruang kerjanya mengatakan, Senin (24/2/2020) mengatakan, Pemerintah Aceh selama ini diam bukan berarti pemerintah tidak bekerja.
Pihaknya terus membangun komunikasi dengan Kemenlu RI dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negera-negera tempat nelayan Aceh ditahan untuk membicarakan upaya memulangkan para nelayan Aceh tersebut.
“Karena ini persoalan antar negara, tentunya kita harus mengikuti mekanisme dan ketentuan berlaku di negara-negera tersebut,” kata Alhudri.
Untuk kasus nelayan Aceh di Thailand, Alhudri, mendapatkan informasi dari Kemenlu RI, dari 33 nelayan Aceh yang ditahan di sana, tekong dan 11 orang nelayan telah melakukan pelanggaran yang sama untuk kedua kalinya.
Para nelayan yang menggunakan KM Perkasa dan KM Mahesa tersebut dianggap telah melakukan pelanggaran undang-undang perikanan Thailand, dengan tuduhan telah melakukan pencurian ikan di zona ekonomi ekslusif (ZEE) Thailand.
“Nelayan yang ditangkap dalam kedua kapal tersebut berasal dari Aceh Timur, dan berasal dari Tekong yang sama melakukan pelanggaran pada tahun lalu sebanyak 11 orang,” ujar Alhudri.
Setelah dilakukan penangkapan, kedua kapal tersebut ditarik ke markas RTN di pangkalan Thap Lamu, Provinsi Phang Ngah, sekitar 9 jam perjalanan dari Konsulat Republik Indonesia (KRI) Songkhla.
Saat ini, kasus masih berada dalam proses sidik di polisi Phang Ngah dan belum dilimpahkan ke Jaksa. Masa sidik, kata Alhudri, akan memakan waktu 48 hari dan dapat diperpanjang. Terkait dengan jadwal sidang, otoritas Thailand akan menginfokan KRI Songkhla 1 minggu sebelum sidang dilakukan.
“KRI telah memberangkatkan Tim Konsuler ke Phang Nga guna memastikan adanya bantuan kekonsuleran terhadap 33 nelayan Aceh tersebut pada Kamis 23 Januari 2020 lalu. Tim Konsuler KRI Songkhla telah tiba di pangkalan Royal Thai Navy untuk menyambut ke-33 nelayan tersebut bahkan sebelum proses penarikan kapal selesai dilakukan,” ungkapnya.
Adapun bantuan kekonsuleran yang diberikan meliputi tenaga penerjemah, bimbingan untuk pemahaman proses hukum yang akan dihadapi di Thailand, penelusuran dokumen WNI dan mengantisipasi pengambilan data bio metrik untuk keperluan dokumen perjalanan RI bagi WNI yang tidak memiliki paspor, pemantauan kondisi kesehatan ke-33 nelayan Aceh tersebut, serta memfasilitasi komunikasi dengan keluarga yang bersangkutan di tanah air.
Selain itu, kata Alhudri, KRI Songkhla telah memfasilitasi pemilik kapal untuk bertemu dengan seluruh WNI yang berada dalam kapal tersebut, dan telah meminta pemilik kapal untuk mengayomi keluarga seluruh WNI tersebut di Indonesia.
“KRI Songkhla telah menginformasikan kepada kita dan Pak Plt Gubernur Aceh mengenai perkembangan dan penanganan yang telah dilakukan terkait kasus tersebut,” katanya.
Menurut Alhudri, ke-33 nelayan yang telah ditemui oleh Tim Konsuler berada dalam kondisi sehat. 30 WNI dewasa tersebut ditempatkan di penjara Phang Nga, sedangkan 3 WNI di bawah umur ditempatkan di rumah penitipan anak di Phuket.
Nelayan yang ditangkap dalam kedua kapal tersebut berasal dari Aceh Timur dan dari Tekong yang sama melakukan pelanggaran pada tahun lalu sebanyak 11 orang.
“Kemlu dan KRI Songkhla akan terus memantau proses sidik pertama selama 48 hari dan pelimpahan kasus dari polisi ke jaksa. Kemlu dan KRI Songkhla juga menyiapkan pendampingan hukum jika kasus ini sudah dilimpahkan ke pengadilan,” pungkasnya.