SinarPost.com, Washington – Sekitar 34 tentara Amerika Serikat (AS) didiagnosis menderita geger otak akibat serangan rudal Iran yang menghantam dua pangkalan AS di Irak, awal Januari lalu.
Meski Pentagon mengklaim bahwa cedera otak pasukannya itu tidak serius, namun 8 tentara yang awalnya diterbangkan ke Jerman untuk proses pengobatan telah dipulangkan ke AS untuk perawatan lebih lanjut.
Seperti diberitakan Russia Today, Pentagon dalam konferensi pers pada Jumat (24/1/2020) waktu setempat, juga mengakui 9 tentara lainnya masih berada di Jerman, di mana mereka sedang dievaluasi dan dirawat. Sementara yang lainnya sudah kembali ke Irak setelah dikirim ke Kuwait untuk pengobatan dan evaluasi, dan 16 diantaranya kembali ke layanan militer untuk bertugas di Irak.
Presiden AS Donald Trump awalnya melaporkan bahwa serangan rudal Iran pada 8 Januari di dua pangkalan militernya di Irak tidak mengakibatkan korban Amerika. Kemudian, muncul bahwa beberapa pasukannya sedang dirawat karena gejala gegar otak, dan jumlahnya yang dikirim ke luar negeri untuk evaluasi dan pengobatan terus bertambah.
Seperti diketahui, Iran pada 8 Januari lalu melakukan serangan yang presisi terhadap dua pangkalan militer AS di Irak, yakni Al-Asad dan Erbil. Serangan Teheran ini sebagai pembalasan atas pembunuhan Panglima Komandan Al-Quds Jenderal Qassem Soleimani dengan serangan udara di bandara Baghdad.
Serangan balasan Iran ini mengakibat kerusakan cukup parah di fasilitas militer AS, dimana sejumlah infrstruktur dan gudang peralatan militer AS hancur lebur akibat dihantam rudal balistik Teheran.