SinarPost.com, Jakarta – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop dan UKM), Teten Masduki mengemukakan, warung sebagai penggerak ekonomi di lapisan bawah masyarakat, tumbuh dengan pesat. Data BPS menunjukkan kini ada 3,5 juta warung dibanding 2015 yang hanya masih 1,8 juta warung.
“Ini bisa terjadi karena ketika sektor formal tak mampu menyerap tenaga kerja, maka membuka warung menjadi salah satu pilihan paling mudah,” kata Teten usai meresmikan Gebyar 10.000 Warung yang diinisiasi komunitas Sahabat Ekonomi Rakyat (SAHARA) dan Induk Koperasi Wanita Indonesia (INKOWAPI), di Lapangan Banteng, Jakarta, Sabtu (14/12/2019) sore.
Ia menjelaskan, di samping banyak keterbatasan, warung sebenarnya punya keunggulan misalnya bisa buka 24 jam, atau bisa menjual produk UMKM di sekitar warung. “Kelebihan-kelebihan ini yang harus dijadikan unsur pembeda sehingga warung tersebut bisa survive,” kata Teten.
Namun demikian, lanjut Menteri Teten, banyak juga warung tutup karena tak mampu bersaing karena berbagai sebab misalnya tak mampu bersaing dengan ritel modern. Ia mengingatkan tantangan warung tradisional tidak hanya aspek modernisasi saja, namun juga harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan memasuki era revolusi industri 4.0 dimana warung tradisional juga perlu menerapkan digitalisasi.
“Jika tantangan-tantangan ini bisa dilewati maka warung-warung tradisional ini bisa berkembang dan naik kelas, misalnya tenaga kerjanya bertambah atau omsetnya naik,” ujar Teten.
Bagaimanapun, lanjut Menkop dan UKM ini, warung tradisional tidak bisa berkutat di lapisan paling bawah saja atau di level mikro. Pasalnya hal ini bisa membahayakan, karena usaha mikro akan makin bertumpuk di level paling bawah, dan struktur ekonomi menjadi tidak sehat.
“Harus ada warung-warung tradisional yang naik kelas dengan melakukan mordenisasi sehingga bisa mengisi level usaha kecil maupun menengah,” pungkas Teten.