SinarPost.com, Banda Aceh – Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh terus berupaya mengantisipasi peningkatan laju inflasi di Tanah Rencong pada tahun ini yang diperkirakan masih tinggi, terutama dari kelompok volatil food (komponen bergejolak).
Kepala Perwakilan BI Aceh, Rony Widijarto mengatakan, inflasi Aceh pada tahun 2023 terendah secara nasional yakni 1,53 persen, sedangkan inflasi nasional sebesar 2,61 persen. Oleh karena itu, pada tahun ini terdapat risiko base effect pada inflasi yang perlu diantisipasi.
“Inflasi Aceh (2023) terendah secara nasional. Dan itu juga menembus batas bawah. Artinya, sangat berat untuk menjaga inflasi dalam level yang sama,” kata Rony, Jumat (26/4/2024).
Dia menjelaskan, pada Maret 2024, inflasi Aceh sebesar 3,25 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) atau 0,48 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).
Inflasi Aceh masih berada pada target inflasi nasional 2,5 plus minus 1 persen, meski di tengah penambahan Indeks Harga Konsumen (IHK) kota baru dan perubahan tahun dasar.
Namun demikian, IHK kabupaten/kota baru perlu diwaspadai karena cenderung memiliki inflasi yang tinggi secara yoy jika melihat pola inflasi Januari-Maret 2024.
Sebab itu, menurut Rony, upaya pengendalian inflasi terus dilakukan di Aceh bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di setiap daerah dengan terus mengimplementasikan strategi 4K yakni keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
“Artinya barang akan stabil mulai dari hulunya, bagaimana distribusinya, tidak ada hambatan di tempat lain, sampai ke masyarakat, di pasar tradisional dijaga dengan harga yang terkendali dalam sasaran. Sasaran sekarang lebih rendah lagi yaitu 2,5 plus minus 1 persen,” ujarnya.
Saat ini, ada lima kota IHK di Aceh yakni Banda Aceh, Lhokseumawe, Aceh Barat, Aceh Tamiang dan Aceh Tengah. Penambahan dua kota inflasi yaitu Aceh Tengah dan Aceh Tamiang mulai 2024 ini sebagaimana tindak lanjut dari tahun dasar baru.