Oleh : Syawitri Rauziah*
Pesatnya perkembangan teknologi saat ini, memberikan manfaat yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan kehidupan sosial. Salah satu manfaat yang kasat mata adalah melimpahnya informasi dan kemudahan untuk mengaksesnya. Informasi yang tidak terbendung saat ini malah memunculkan masalah baru, yaitu sulitnya memilah informasi yang benar karena berita sesat, berita bohong, berita palsu, atau yang sekarang dikenal dengan berita hoax begitu mudah tersebar di tengah masyarakat. Hoax adalah berita yang sengaja di sesatkan tetapi “dijual” sebagai kebenaran.
Berita hoax sebenarnya telah berkembang jauh pada zaman dahulu, termasuk ketika zaman Rasulullah. Bahkan istri Rasulullah sendiri yaitu Siti Aisyah RA pernah menjadi korban berita hoax yang menghebohkan kaum muslimin kala itu. Ceritanya termaktub dalam surah An-Nur. Ketika itu Rasulullah membawa serta Aisyah ke medan perang. Seusai perang, rombongan kaum muslim kembali ke Madinah. Namun ternyata Aisya tertidur dan tertinggal dari rombongan sehingga hampir tidak ada satupun yang menyadarinya. Shafwan bin Mu’atthal as-Sulami yang pada saat itu berada di rombongan terakhir karena ditugaskan untuk memungut barang-barang kaum muslimin yang tertinggal. Dari kejauhan, dia melihat ada seorang wanita yang tergeletak. Kemudian dia mendekat dan sangat terkaget ketika menyadari bahwa wanita itu adalah Aisyah RA. Aisyahpun bangun, kemudian Shafwan turun dari unta dan meminta Aisyah untuk naik ke untanya.
Sesampainya di Madinah, malah timbul permasalahan yaitu berhembus kabar bahwa Aisyah berselingkuh dengan Shafwa bin Mu’atthal. Fitnah tersebut sangat cepat beredar di Madinah sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin. Akibatnya, sampai membuat sikap Nabi terhadap Aisyah berubah namun beliau tidak langsung percaya akan hal itu. Beliau terus berdo’a kepada Allah agar diberikan solusi dalam permasalahan ini. Kondisi fitnah itu terus menyebar luas, Aisyah merasa sangat terpukul atas fitnah yang menimpanya. Hingga Allah akhirnya menurunkan wahyu surah An-Nur ayat 11-22. Kandungan ayat tersebut merupakan bentuk klarifikasi atas tuduhan yang di lontarkan kepada Asyah.
Dari kisah tersebut kita dapat meneladani sikap hati-hati Rasulullah SAW dalam menanggapi suatu berita. Rasulullah tidak langsung mempercayainya apalagi menyebarluaskannya. Islam sudah memberi panduan bagaimana cara untuk menyikapi hoax. Di dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 6 Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jika ada seorang fasik dating kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah, agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya padasuatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian.”
Tabayyunlah terlebih dahulu atau check and recheck secara mendalam sebelum kita mengambil tindakan atas berita yang kita dapatkan dan cari tahu informasi kepada ahlinya, bandingkan dengan sumber-sumber yang lain hingga kita yakin dengan informasi yang kita dapatkan tersebut.
Di zaman sekarang berita hoax malah semakin cepat dan mudah beredar melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Wathshapp (WA), Line, dan aplikasi media sosial lainnya. Berita hoax tersebuat memang sengaja dibuat untuk kepentingan kelompok bahkan individu tertentu. Meraknya berita hoax tersebut tidak terlepas dari pihak-pihak yang membuat dan menyebar luaskannnya. Kini, berita hoax menjadi isu yang sangat serius karena itu merupakan senjata yang ampuh untuk mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
Semakin banyaknya beredar berita hoax yang menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat, sudah dianggap menjadi informasi yang benar. Apalagi jika masyarakat tersebut tidak memiliki pengetahuan dan sumber yang cukup untuk mengkonfirmasi kebenaran atas informasi yang disebarluaskan. Indonesia yang memiliki begitu banyak keberagaman, baik itu suku, bahasa, agama, ras, dan kebudayaan, akan sangat sensitif jika disinggung tentang isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan). sangat disayangkan jika persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang dibangun dengan perjuangan panjang diusik oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dengan membuat berita hoax.
Indonesia yang memiliki minat baca rendah, akan sangat rentan termakan berita hoax. Karena orang-orang yang malas membaca, hanya akan meliahat deadline dari beritanya saja yang terkadang isinya tidak sesuai dengan deadline yang ditulis. Hoax biasanya berisi tentang informasi yang tidak masuk akal dan terkesan berlebihan. Kita sebagai penikmat media sosial bisa mengamati sendiri bagaimana keadaan netizen saat ini. Masih banyak orang-orang yang termakan dengan berita yang tidak jelas hingga menimbulkan unsur-unsur kebencian seperti menghasut, menghina, mencemarkan nama baik, memprovokasi, menista, dan melakukan perbuatan yang tidak mengenakkan.
Hoax itu sendiri sudah menjadi virus yang begitu cepat tersebar. Padahal Pemerintah Republik Indonesia sudah membuat Undang Undang ITE. Tapi kenapa berita hoax masih tetap ada? Zaman sekarang ini sering disebut sebagai zaman post truth, dimana kebenaran bisa menjadi salah, dan kebohongan bisa menjadi benar, memaksa kita untuk memfilter informasi-informasi yang di sajikan, serta menuntut kita untuk lebih kritis dalam menanggapi permasalahan yang ada.
Sangat disayangkan, kita sebagai warga negara memiliki hak untuk memperoleh informasi yang positif dan mendidik, tapi dinodai oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Sebagai Mahasiswa atau orang-orang yang memiliki pendidikan, mungkin sudah memiliki bekal untuk menghadapi ini, tapi bagaimana dengan warga Indonesia lainnya yang minim pengetahuan dan pembekalan ilmu? Merekan akan menelan bulat-bulat berita yang ada sehingga akan sangat mudah untuk dipengaruhi.
Oleh karena itu perlunya peran orang-orang penting seperti Kepala Desa, Ustadz maupun Ustadzah atau stakeholder lainnya untuk dapat mensosialisasikan dampak dan tindakan apa yang seharusnya dilakukan ketika disajikan berita-berita yang berbau provokasi. Agar masyarakat tidak mudah tersulut api kebencian yang ditimbulkan dari berita-berita yang belum pasti kebenarannya.
Masih lekat diingatan penulis beberapa tahun silam, dimana ada kasus di Indonesia yang sebenarnya murni terjadi antara dua individu yang berasal dari suku yang berbeda. Kejadian tersebut sempat menimbulkan kegaduhan karena munculnya spanduk yang memuat informasi hoax serta bernada provokatif. Kejadian tersebutpun semakin besar pengaruhnya ketika ada pihak yang dengan sengaja menyebarluaskannya sehingga berujung dengan bentrok antar suku.
Dari kasus tersebut kiranya dapat dijadikan rambu-rambu dan pelajaran berharga agar suatu saat nanti tidak akan ada pengulangan kasus yang sama dengan tempat yang berbeda. Menurut hemat penulis, berita hoax yang sengaja dibuat ini merupakan salah satu upaya pembodohan massa dan atas kepentingan pihak-pihak tertentu. Oleh karena itu, ada baiknya pemerintah lebih memperketat dan mempertegas kembali tentang Undang-Undang ITE mengenai berita hoax. Jangan sampai hak warga negara untuk memperoleh informasi yang seharusnya benar dan dapat menambah wawasan malah diselewengkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
*Penulis merupakan Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Email: syawitrirauziah@gmail.com.