Oleh : Nurmaghfirah*
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah mengharamkan permainan game PUBG dan sejenisnya. PUBG adalah singkatan dariPlayer Unknown’s Battlle Grounds, yaitu sebuah permainan online dengan cara bertarung (Genre Battle Royale), yang mana permainan ini dapat memuat banyak orang sekaligus secara online. Permainan ini dapat dilakukan dengan cara solo, tim 2 orang, tim 4 orang serta dapat mengajak teman lain untuk bergabung dalam permainan sebagai teman tim.
Game ini dirilis pada 23 Maret 2017 namun belum sampai 1 tahun sudah mencetak rekor tertinggi dan dimainkan sebanyak lebih dari 50 juta pengguna android seluruh dunia. Game tersebut dirancang oleh seorang pria yang berasal dari Irlandia yang bernama Brendan Greene. Pria tersebut mendapatkan inspirasi dari sebuah novel jepang yang berjudul Battle Royale yang diterbitkan tahun 1999. Inti dari novel ini ada 40 siswa yang dikirim ke sebuah pulah selama tiga hari, kemudian untuk mempertahankan hidup mereka harus saling membunuh.
Pada awal pembuatan game PUBG, Brendan Greene melakukan kerjasama dengang salah satu perusahaan di Korea Selatan yang dinamakan dengan Blue Hole Studio, pada saat itu mereka mendapatkan keuntungan sebesar Rp 9,5 triliun hanya dalam waktu beberapa bulan saja, dari hasil keuntungan tersebut mereka mengadakan turnamen amal yang diikuti oleh para gamers dari seluruh dunia.
Beberapa bulan yang lalu jagat digegerkan dengan berita penembakan oleh seorang pria berasal dari Australia yang bernama Brendan Tarrant, penembakan tersebut terjadi pada hari Jum’at yang mengakibatkan 49 orang tewas di dua masjid di Chrischurch Tengah, Selandia Baru, dari beberapa sumber yang saya baca mengungkapkan bahwasannya pelaku melakukan penembakan karena terobsesi dengan game PUBG.
Juga terjadinya aksi bunuh diri oleh seorang anak 13 tahun yang bernama Xu Tianci yang melompat dari gedung pada ketinggian 4 lantai. Kejadian ini terjadi di China yang penyebabnya diduga juga terobsesi dengan video game online PUBG hingga berujung pada kematian. Jadi, dari peristiwa tersebut kita dapat mengambil hikmah bahwasannya bermain PUBG dapat mempengaruhi psikologi seseorang baik itu remaja bahkan orang dewasa sekalipun.
Sebab terjadinya peristiwa penembakan di masjid Chrischurch tengah dan juga banyak peristiwa lainnya, menjadi salah satu pertimbangan Negara di dunia untuk memblokir game PUBG karena dianggap banyak mengandung unsur kebrutalan bagi pengguna. Diantara Negara yang telah memblokir situs game ini diantaranya India, Tiongkok, Nepal, Yordania, Irak, Lebanon, Mesir dan lain sebagainya.
Pendapat Millenial Aceh
Generasi millenial mana yang tak kenal dengan kata-kata game online seperti PUBG, Mobile Legend, Forrnite dan game online lainnya. Mungkin beberapa dari millenial hanya mendengar kata-kata game online tersebut, tetapi fakta yang terjadi kebanyakan generasi millenial ini adalah tingkat pecandu tingkat tinggi/penggemar beratgame ini.
Beberapa waktu lalu saya berbincang dengan beberapa anak millenial yang sedang bermain PUBG umurnya sekitaran 17 tahun, dalam perbincangan tersebut mereka menyatakan ada beberapa kesenangan dalam memainkan game online (PUBG). “Dengan permainan ini kami bisa kumpul bersama teman, menghilangkan rasa bosan, dapat teman baru, menghilangkan stress, dan kami merasa tertantang karena permainan ini sangat seru sehingga membuat kami ketagihan ingin memainkannya setiap hari” ungkap mereka.
Dari pendapat tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwasannya game PUBG ini dapat membuat pemainnya kecanduan yang pada akhirnya akan berdampak pada mental, kesehatan, gaya hidup, perilaku serta juga berdampak pada kebiasaan misalnya dulunya anak tersebut dapat dikatakan rajin ke sekolah tetapi setelah mengenal game PUBG menjadi anak yang malas untuk ke sekolah.
Abaikan Fatwa Haram
Fatwa MPU Aceh Nomor 3 tahun 2019 tentang hukum game PUBG (Player Unknown’s Batlle Grounds) dan sejenisnya menurut Fiqh Islam dinyatakan haram, yang ditetapkan pada tanggal 19 Juni 2019. Diharamkannya permainan ini karena mengandung unsur kekerasan dan kebrutalan, mempengaruhi perubahan perilaku menjadi negatif, menimbulkan perilaku agresif, kecanduan pada level yang berbahaya dan mengandung unsur penghinaan terhadap simbol-simbol Islam.
Fatwa tersebut mengundang pro kontra dari berbagai kalangan masyarakat di Aceh, ada yang setuju atas pengharaman tersebut, dan ada juga masyarakat yang tidak setuju karena dianggap telah membatasi aktivitas mereka sebagai pemain game online yang mana sudah menjadi profesi bagi mereka, bahkan sebagian mengaku telah mengikuti turnamen baik secara nasional hingga manca negara. Mereka beranggapan bahwa diri sendirilah yang harus bijak memainkan game tersebut jangan sampai disalahgunakan.
Bagi kebanyakan pecandu PUBG di Aceh, fatwa haram tersebut dianggap angin berlalu, para maniak PUBG terus memainkan game tersebut tanpa menghiraukan adanya fatwa haram dari ulama. Buktinya kita masih dengan mudah menjumpai mereka di setiap tempat yang menyediakan fasilitas internet, baik di warnet maupun di warkop-warkop. Dampak negatif yang paling sering kita lihat dari maniak PUBG ini adalah berteriak sendiri tanpa menghiraukan (terganggunya) orang disekeliling. Mereka juga kerap mengeluarkan kata-kata kasar yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, dan dampak yang lebih miris mereka bermain hingga larut malam bahkan ada yang sampai pagi.
Para maniak PUBG ini seperti tidak memahami substansi dari sebuah fatwa haram, mereka terus melanjutkan hobinya dengan permainan game tersebut. Selain itu, tanpa adanya tindakan hukum secara langsung membuat mereka mengabaikan fatwa haram ulama. Oleh karena itu, diharapkan kepada pemerintah dan ulama Aceh bekerjasama untuk menjalankan dan mengawasi agar fatwa tersebut terlaksana dengan matang, karena apabila hanya mengeluarkan fatwa tetapi dalam pelaksanaan itu tidak dijalankan dengan baik, maka akan timbul dibenak masyarakat bahwasannya fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh hanyalah angin berlalu.
Solusi
Ada beberapa solusi untuk mencegah game PUBG terus berlanjut diantaranya: Pertama, pentingnya kerjasama antara stakelholders pemerintah untuk pemblokiran sistem game dimaksud. Kedua, kerjasama ulama dan pemerintah untuk melihat dan mengawasi. Ketiga, meningkatkan sistem keamanan jika permainan tersebut disalahgunakann (cyber security). Serta ada beberapa solusi lain yang mana sedikit kurangnya meminimalisir para gamers agar tidak kecanduan dalam memainkan game PUBG diantaranya: Pertama, pemerintah bekerja sama dengan Kominfo untuk membatasi waktu memainkan permainan ini, misalnya dalam sehari hanya boleh dimainkan sekitaran 5-6 jam. Kedua, adanya batasan umur, misalnya umur yang boleh main PUBG 18 tahun keatas, sehingga sedikit kurangnya meminimalisir tingkat anak bermain PUBG.
*Penulis merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh. Email: nurmaghfirah2000@gmail.com