SINARPOST.COM, TANGERANG – Sekitar 100 pelaku usaha Indonesia dan Bangladesh antusias mengikuti Forum Updates From the Region: Bangladesh di ICE, BSD, Tangerang, Banten, Jumat (18/10/2019). Forum tersebut mengupas peluang kerja sama dagang dan investasi antara kedua negara.
Acara dimulai dengan penandatanganan MoU antara Garuda Maintenance Facilities (GMF Indonesia) dengan Intraco (Bangladesh) di bidang maintenance repairing dan overhaul pesawat terbang oleh Dirut GMF, Tazar Marta Kurniawan dengan Presdir Intraco, Muhammad Riyadh Ali.
Hadir sebagai pembicara, Duta Besar RI untuk Bangladesh, H.E. Rina P. Soemarno; Direktur Asia Selatan dan Tengah Kementerian Luar Negeri, Ferdy Piay; Presdir Intraco, Muhammad Riyadh Ali; Export Manager CV Laksana, Werry Yulianto; dan Project Business Internasional Peruri, Junaedi.
Direktur Asselteng Kemlu melihat bahwa Bangladesh masih dilihat sebelah mata sebagai mitra dagang potensial Indonesia. Padahal Bangladesh merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia yaitu 7.9 persen pada tahun 2018.
“Dengan penduduk 160 juta jiwa dan ekonomi yang tumbuh sangat pesat, Bangladesh merupakan mitra bisnis menjanjikan buat Indonesia. Kita perlu masuk secepatnya untuk ambil peluang yang ada. Kalau terlambat, ketika ekonomi Bangladesh semakin kuat, maka akan sulit bagi Indonesia untuk berkompetisi,” papar Ferdy.
Sementara itu, Dubes RI menyampaikan bahwa potensi dan peluang bisnis dan investasi di Bangladesh terbuka luas. Sebagai contoh pelaksanaan Indonesia Fair 2018 menghasilkan nilai transaksi riil hampir US$280 juta.
“Pada Indonesia Fair 2019, nilai transaksi mencapai US$186 juta dengan transaksi potensial lebih dari US$ 1 miliar,” jelas Dubes Rina. CV Laksana yang bergerak di bidang karoseri bus merupakan salah satu perusahaan Indonesia yang ikut serta pada Indonesia Fair dan langsung memperoleh deal bisnis. Pada tahun 2019, CV Laksana melakukan ekspor perdana empat bus mewah ke Bangladesh dan sekarang tengah memenuhi pemesanan 14 buah bus double decker dan premium.
“Awalnya kita coba-coba saja masuk ke Bangladesh. Namun dengan didukung KBRI pada saat kunjungan ke Bangladesh, kita pun langsung dapat mitra,” katanya.
Dubes RI mengakui, di tengah peluang yang ada, terdapat hambatan yaitu belum adanya direct flight dan juga kargo yang langsung ke Bangladesh. Selain itu, turis maupun pelaku usaha Indonesia pun belum mendapatkan fasilitas Visa on Arrival (VoA) ke Bangladesh.
Untuk mengeksplore pasar Bangladesh dari dekat, Dubes RI pun mengundang para pelaku Indonesia untuk ikut serta pada sejumlah kegiatan promosi di Bangladesh, terutama Indonesia Fair ke-3 pada Maret 2020.
Pada tahun 2018, nilai perdagangan Indonesia-Bangladesh mencapai US$1.97 milyar. Naik sebesar 48 persen sejak tahun 2016.