SinarPost.com – Serangan Amerika Serikat (AS) dan Inggris terhadap dugaan posisi milisi Houthi di Yaman telah gagal melemahkan militer kelompok itu untuk mencegah mereka melakukan serangan lebih lanjut terhadap kapal yang terkait Israel di Laut Merah, demikian New York Times (NYT) melaporkan pada Sabtu (13/1/2024) mengutip sumber dari pejabat AS.
Menurut penilaian pertama terhadap serangan hari Jumat yang dikutip oleh surat kabar tersebut, serangan gabungan AS-Inggris mencapai 90% dari target yang ditentukan. Namun, dua pejabat AS menyatakan bahwa meskipun serangan itu telah menghancurkan atau merusak lebih dari 60 lokasi drone dan rudal, Houthi masih mempertahankan sekitar 70-80% kemampuan militer mereka.
Artikel NYT tersebut sebagaimana dilansir dari Russia Today (RT.COM) menambahkan bahwa beberapa aset milisi Houthi juga bersifat mobile, artinya aset tersebut dapat disembunyikan jika diperlukan.
Sementara itu, The Times mencatat bahwa menemukan sasaran-sasaran Houthi terbukti lebih sulit dari yang diharapkan, karena upaya-upaya Barat baru mulai meningkat setelah dimulainya konflik Hamas-Israel pada tanggal 7 Oktober.
Houthi, yang menguasai sebagian besar wilayah Yaman, telah memberikan dukungannya terhadap Hamas kelompok bersenjata Palestina. Houthi menyerang apa yang mereka gambarkan sebagai kapal yang terkait dengan Israel di wilayah tersebut dalam beberapa minggu terakhir untuk melemahkan perekonomian Israel.
Para pejabat AS yang diwawancarai oleh NYT menyatakan bahwa Washington mungkin akan melancarkan serangan lain terhadap sasaran Houthi setelah menganalisis kerusakan akibat serangan baru-baru ini. Sumber-sumber tersebut juga mencatat bahwa meskipun tanggapan milisi Houthi terhadap serangan Barat sejauh ini tidak terdengar, mereka bersiap menghadapi pembalasan Houthi.
AS dan Inggris melancarkan apa yang mereka sebut serangan “defensif” terhadap Houthi pada Jumat lalu, yang didukung oleh Australia, Bahrain, Kanada, dan Belanda. Presiden Joe Biden menyatakan serangan tersebut berhasil dan menuduh milisi tersebut membahayakan kebebasan navigasi.
Menurut Reuters, serangan tersebut telah menimbulkan reaksi beragam di Uni Eropa, di mana beberapa anggotanya lebih memilih kebijakan yang lebih tenang terhadap krisis keamanan di Timur Tengah.
Sementara itu, Moskow menyebut serangan tersebut ilegal dan menyatakan bahwa serangan tersebut melanggar Piagam PBB. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova juga menyatakan bahwa perkembangan terkini berisiko menggagalkan proses rekonsiliasi Yaman dan memicu destabilisasi seluruh Timur Tengah.