SinarPost.com, Banda Aceh – Masyarakat belakangan ini mulai memperlihatkan ketidaksukaan dengan kehadiran pengungsi etnis Muslim Rohingya di Aceh. Bahkan kedatangan Rohingya mulai ditolak di beberapa tempat, meski beberapa tahun lalu masyarakat Aceh bak malaikat yang menjadi penyelamat ribuan pengungsi Rohingya di tengah lautan lepas.
Penilaian negatif terhadap keberadaan Rohingya di Aceh juga mulai berimbas terhadap Lembaga Kemanusiaan PBB, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Beberapa pihak telah menggaungkan kampanye negatif di media sosial terhadap Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi ini.
Menyikapi hal tersebut, Akademisi Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Yulizar Kasma, meminta masyarakat Aceh untuk tidak terprovokasi terkait isu-isu negatif terkait pengungsi Rohingya. Begitu juga dengan keberadaan UNHCR agar tidak disudutkan karena ulah beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab.
Menurut pengamatan Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UTU Meulaboh tersebut, beredar kampanye negatif yang menyudutkan UNHCR terkait pendaratan muslim Rohingya di Aceh sudah berada dititik yang sangat parah.
Disebutnya, provokasi disejumlah media sosial terhadap muslim Rohingya harus dihentikan segera, karena hal ini bisa berdampak buruk terhadap citra masyarakat Aceh yang selama ini menerima dengan baik imigran Rohingya. Apa lagi, sebagian masyarakat Aceh juga mulai menyudutkan UNHCR.
“Masyarakat Aceh dan Indonesia tidak boleh terbawa arus kebencian yang disebarkan untuk menolak pengungsi Rohingya, apa lagi menyerang UNHCR. Kita jangan lupa tragedi puluhan tahun lalu saat DOM ada ratusan mungkin ribuan masyarakat Aceh mengungsi keluar negeri, siap yang bantu? UNHCR,” ungkap Yulizar Kasma yang juga Mahasiswa S3 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) ini.
Menurutnya, apa yang terjadi pada Muslim Rohingya yang datang ke Aceh, hal serupa pernah terjadi pada masyarakat Aceh. “Apa lagi mereka memang tidak diakui sebagai warga Negara oleh Pemerintah Myanmar sejak tahun 80an, dimana akses pendidikan, akses kesehatan, akses pekerjaan, pembakaran pemukiman dan pengusiran mereka alami secara beruntun di Rakhine,” ungkap Yulizar.
“Jadi tidak bisa watak mereka disamakan dengan masyarakat yang berada di Negara yang aman dengan akses pendidikan dan pekerjaan yang dijamin oleh negara. Mereka orang terbuang dan dilemahkan berpuluh tahun, perbedaan itu seharusnya tidak boleh mematikan rasa kemanusiaan dan ikatan iman kita dengan mereka (Rohingya),” tambah Yulizar.
Yulizar yang juga Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muslimin Indonesia Provinsi Aceh ini berharap pemerintah dapat mencegah provokasi-provokasi di sosial media yang dapat mengganggu rasa kemanusian di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya Aceh. Terlebih lagi menangkap dalang-dalang yang membuat kesan negatif terhadap Muslim Rohingya.
“Masyarakat Aceh harus tetap mengedepankan rasa kemanusian. Andai tidak memantu setidaknya tidak mencaci dan menolak. Biarkan UNHCR bekerja, apalagi pengungsi Rohingya ini sebagian besar mereka adalah perempuan dan anak–anak. Hari ini mereka yang menjadi korban, boleh jadi ke depan masyarakat Aceh kembali bernasib sama seperti mereka,” imbuhnya.
“Saya memandang mereka Imigran Rohingya ini adalah korban atas tipu-tipu agen. Mematahkan pengharapan mereka dan membiarkan mereka mempertaruhkan nyawa di laut tidak mencerminkan adab kita orang Aceh,” ujar Yulizar Kasma.
Disamping itu, Yulizar menilai, upaya pemerintah untuk menampung pengungsi Rohingya sementara waktu di pulau kosong patut didukung, karena selain rasa kemanusiaan yang tidak boleh mati juga dapat mencegah perselisihan pengungsi Rohingya dengan warga lokal.
Muslim Rohingya Tidak Sama dengan Pengungsi Yahudi
Akademisi UTU Meulaboh tersebut juga menyorot provokasi yang beredar di media sosial yang menarasikan orang Rohingya akan menjadi Israel baru dengan menjajah masyarakat yang menampung mereka. Sebaran informasi ini yang membuat antipati masyarakat Aceh terhadap muslim Rohingya semakin meningkat.
“Apa yang terjadi pada imigran Rohingya baru-baru ini sama sekali tidak bisa disamakan dengan pengungsi Yahudi yang memiliki pemahaman zionis untuk Israel raya. Rohingya tidak memiliki visi seperti itu,” tegas Yulizar.
Framing opini menceritakan bahwa Rohingya diusir karna mereka memiliki tentara hanya menjadi pembenaran atas pembantaian dan pengusiran muslim Rohingya oleh militer Myanmar.
“Jangan kita hanya berteriak yang di Palestina, tapi melihat negatif yang didepan mata. Jikapun kita tidak bisa membantu pengungsi Muslim yang malang ini, maka jangan ikut menjadi penghasut,” tutup Yulizar.
[MK]