SinarPost.com, Jakarta – Komisi VI DPR RI dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memulai pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dalam rapat secara fisik dan virtual di Gedung DPR RI, Senayan, Jakata, Kamis (17/9/2020).
Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung dan dihadiri Wakil Ketua Baleg serta Kepala Pusat Perencanaan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI Inosentius Samsul.
Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi menyatakan akan menunggu naskah akademik revisi UU tersebut. Menurutnya, apabila Komisi VI dapat menyelesaikan dengan cepat, maka Baleg juga yakin bisa mengimbangi. Untuk itu Komisi VI menurutnya harus segera menentukan langkah politiknya.
“Kami di Baleg kalau sudah masuk harmonisasi memiliki waktu 20 hari untuk bisa segera diselesaikan dan dikembalikan lagi ke pengusul. Khusus di Komisi VI itu terserah tidak ada batas waktu. Mau cepat atau lambat itu tergantung dari Komisi VI. Yang dibatasi waktu itu adalah nanti ketika dalam proses pembahasan itu maksimal nanti tiga masa sidang,” terang politisi yang akrab disapa Awik ini.
Apabila pada masa sidang ini rumusan belum selesai, maka bisa diajukan pada masa sidang berikutnya. Awik pun mengingatkan agar tidak menunda pembahasan, karena Komisi VI belum mengajukan RUU lain dalam Prolegnas. Sehingga apabila ditunda, maka Komisi VI pada tahun berikutnya tidak bisa mengajukan RUU baru.
“Selama belum ada pengajuan dari Komisi VI terkait dengan RUU yang sudah ditetapkan satu prolegnas ini, maka Komisi VI tidak bisa mengajukan RUU baru lagi dalam Prolegnas-Prolegnas di 2021,” jelas politisi Partai Pembangunan (PPP) itu. Nantinya RUU tersebut akan mengatur mengenai anak perusahaan BUMN.
Inosentius selaku Kepala PUU BK DPR RI menyampaikan bahwa sebelummya permasalahan anak BUMN tak diatur secara khusus. Namun, dalam RUU ini tim penyusun draf RUU BUMN merasa perlu diatur secara lebih tegas. “Pada Bab IX akan diatur tentang anak perusahaan BUMN.
Pada ketentuan tentang anak perusahaan, BUMN diperbolehkan membuat anak perusahaan dengan penyertaan modal pada badan usaha lain. Hal itu baik bagi perusahaan yang sudah berdiri maupun perusahaan akan berdiri. Pendirian anak perusahaan tersebut diatur minimal saham BUMN sebesar 51 persen,” tutur Sensi, sapaan akrabnya Inosentius.
Sensi menambahkan, ketentuan lainnya adalah tak diperkenankan anak usaha membuat entitas usaha baru. Kata Sensi, anak perusahaan dilarang untuk membentuk perusahaan baru melalui penyertaan modal pada badan usaha lain, baik yang sudah berdiri mau pun yang akan berdiri.
“Hanya saja ketentuan tersebut merupakan usulan draf awal hasil kajian Badan Keahlian DPR. Nantinya draf tersebut akan dibahas terlebih dahulu sebelum menjadi usulan RUU yang diserahkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI,” imbuhnya.