SinarPost.com, Jakarta – Sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren, Kementerian Agama berkewajiban membuat peraturan turunannya. Setidaknya ada dua Peraturan Presiden (Perpres) dan 11 Peraturan Menteri Agama (PMA) yang harus disusun.
Saat ini, Kementerian Agama melalui Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri mulai mematangkan pembahasan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai aturan turunan dari Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren.
Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri, M. Mudhofir mengatakan bahwa ada dua pasal yang mengamanatkan terbitnya Perpres, yaitu pasal 48 dan pasal 49. Menurutnya, kedua pasal tersebut berbicara tentang pendanaan pesantren. “Hari ini kita akan mematangkan pembahasan tentang pendanaan Pesantren yang sebelumnya telah dibahas terlebih dahulu oleh tim kecil di Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren,” ujarnya di Jakarta, Kamis (9/7/2020).
Menurut Mudhofir, pembahasan terkait pendanaan pesantren tidak bisa hanya dilakukan oleh pihak Kementerian Agama, akan tetapi harus melibatkan banyak kementerian dan lembaga. “Pembahasan Perpres akan diintensifkan karena pembahasannya lintas kementerian dan lembaga. Ini pertemuan pertama, nanti kita akan perdalam lebih detail,” terangnya.
Dikatakan Mudhofir, Perpres ini secara garis besar berisi empat bab, yaitu: ketentuan umum, sumber pendanaan penyelenggaraan pesantren, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Imam Safei mengingatkan agar Perpres Pendanaan Pesantren dibuat dengan memperhatikan hal-hal yang terkait antara manajemen keuangan pondok pesantren dengan posisi masyayikh.
“Sesuai dengan isi undang-undang, Perpres ini juga harus mengedepankan independensi dan kekhasan pesantren. Meskipun ada Perpres tentang pendanaan pesantren, kemandirian pengasuh harus terus dijaga, karena ini sangat penting,” tegasnya.
Sementara Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Ahmad Zayadi menyampaikan sejumlah usulan, terutama yang berkaitan dengan pemerintah daerah. Menurutnya, banyak kepala daerah, terutama di Jawa Timur yang sangat peduli dengan pesantren dan ingin membantu pesantren, namun karena belum ada payung hukumnya, mereka banyak yang gamang.
“Undang-undang pesantren beserta turunannya, terutama Perpres sangat penting dan bisa menjadi pegangan bagi para kepala daerah yang ingin membantu pesantren,” terang mantan Direktur PD Pontren yang ikut mengawal lahirnya undang-undang pesantren ini.
Pembahasan Perpres ini dihadiri perwakilan lintas kementerian, yaitu dari Biro Hukum Kementerian Agama, Direktorat PD Pontren, Kementerian Hukum dan HAM, Sekretariat Negara, Kemendikbud, Kemenko PMK, dan Kementerian Keuangan