SinarPost.com, Washington – Pemerintah Amerika Serikat (AS) memberi sanksi kepada pejabat Pengadilan Kriminal Internasional atau International Criminal Court (ICC) yang menyelidiki kejahatan perang AS.
Pemerintahan Donald Trump memberlakukan sanksi ekonomi terhadap pejabat Pengadilan Pidana Internasional yang terlibat dengan “segala upaya” untuk menyelidiki atau menuntut petugas AS atas kejahatan perang.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis (11/6/2020), kantor pers Gedung Putih sebagaimana dilansir Russia Today mengatakan bahwa Presiden Donald Trump juga telah mengizinkan “perluasan pembatasan visa” terhadap pejabat ICC dan anggota keluarga mereka.
AS telah berulang kali mengancam akan menjatuhkan sanksi pada pengadilan yang bermarkas di Den Haag itu dan menegaskan bahwa mereka tidak memiliki hak untuk menyelidiki atau menuntut orang-orang AS tanpa persetujuan Washington.
Pernyataan Gedung Putih menggambarkan tindakan pengadilan sebagai “serangan terhadap hak-hak rakyat Amerika” dan ancaman untuk “melanggar kedaulatan nasional kita.” Padahal AS telah terlibat dalam banyak perang di negara lain.
Ia menambahkan bahwa ICC didirikan “untuk memberikan pertanggungjawaban atas kejahatan perang” tetapi mengatakan “dalam praktiknya” itu telah menjadi “tidak bertanggung jawab dan tidak efektif.”
Upaya ICC untuk menyelidiki tuduhan kejahatan perang oleh Israel terhadap Palestina juga telah menarik kemarahan dari pemerintahan Trump.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berpendapat pada Mei bahwa Palestina tidak “memenuhi syarat sebagai negara berdaulat” dan bahwa pengadilan tidak dapat melakukan penyelidikan “tidak sah” terhadap Israel.
Ia mengancam bahwa AS akan “memberikan konsekuensi yang tepat” jika pengadilan terus berupaya untuk menyelidiki dugaan kejahatan.
Dalam pernyataan Kamis, Gedung Putih mengatakan ICC sedang melakukan “investigasi bermotivasi politik” terhadap AS dan sekutunya “termasuk Israel.”
Tanpa menawarkan bukti, pernyataan itu mengatakan AS khawatir bahwa “negara-negara musuh memanipulasi” pengadilan dengan “mendorong” tuduhan terhadap personil Amerika.
Dikatakan ada “alasan kuat untuk percaya” bahwa ada “korupsi dan perilaku salah” di “tingkat tertinggi” pengadilan yang membuat integritasnya dipertanyakan.