SinarPost.com, Banda Aceh – Ketua Aliansi Pemuda Aceh-Jakarta, Nazarullah menyesalkan pemanggilan Ketua HMI Cabang Sigli, Mahzal Abdullah (27), oleh Polres Pidie terkait sebuat postingan di media sosial Facebook.
Seperti diberitakan sebelumnya, Mahzal Abdullah dipanggil Polres Pidie untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait penyelidikan terhadap dugaan terjadinya tindak pidana menyebarkan berita bohong dan ujaran kebencian menggunakan media sosial dalam pasal 45A ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ia diperikasa karena memuat sebuah postingan di akun Facebooknya dengan menulis “Ada yang lagi orderan masker di dalam anggaran desa, asik nih 730 gampong dalam pengawasan ‘awak nyan’, Para Keuchik dalam tekanan. Covid ‘rezeki’ dalam sempit. Negeri durjana.” Tulisan tersebut ia posting pada tanggal 18 April 2020.
Baca : Ketua HMI Cabang Sigli Diperiksa Polisi Gara-gara Tulis Status di Facebook
“Saya menilai ada yang janggal dengan pemanggilan adik kami Mahzal Abdullah karena dalam hal ini tidak ada pihak yang dirugikan. Isi statusnya juga tidak menyebut Nama Kabupaten, Nama Desa/Gampong, Nama Pejabat/Geusyik,” kata Nazarullah dalam siaran pers yang diterima SinarPost.com, Rabu (29/4/2020).
“Hanya menyebut 730 Gampong tetapi tidak menyebut di Kabupaten mana. Pertanyaanya, pihak mana yang dirugikan dengan status tersebut. Pihak pelapor bisa dilaporkan kembali, dengan Pasal 310 Ayat 1 KUHP,” tegasnya.
Terkait hal tersebut, Ketua Aliansi Pemuda Aceh-Jakarta itu meminta Kapolda Aceh untuk mencopot Kapolres Pidie atas pemanggilan yang tidak berdasar tersebut. “Saya menilai beliau tidak paham hukum UU ITE dan secara jelas dengan adanya surat pemanggilan kepada adik kami Ketua HMI Cabang Sigli pada Rabu 22 April 2020 ke Mapolres Pidie,” ungkap Nazarullah.
Menurutnya, Mahzal Abdullah adalah seorang aktivis dan Ketua HMI Cabang Pidie, sehingga punya hak dan sudah dalam kapasitas mengkritik dan mempertanyak setiap kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat Aceh, apalagi perampok-perampok berdasi berkeliaran bebas saat Covid-19 dengan menggunakan uang rakyat dan mengatas namakan rakyat.
“Seharusnya Polisi menjadi pelindung dan mengayomi rakyat yang membela kebenaran dan polisi mengawasi setiap anggaran yang diluncurkan untuk penanganan pencegahan Covid-19 sesuai perintah Kapolri. Harapannya, Polisi berada bersama rakyat, membela kepentingan rakyat,” pungkasnya.