SinarPost.com, Banda Aceh – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Sulaiman SE, meminta Pemerintah Aceh transparan terkait pergeseran APBA sebesar Rp 1,7 triliun untuk penanganan wabah virus corona (Covid-19).
Dia menegaskan, Pemerintah Aceh wajib menyampaikan ke publik peruntukan anggaran tersebut agar masyarakat mengetahui kemana saja dana sebesar itu digunakan, apakah hanya untuk pembelian APD dan sembako, atau ada item-item lain.
“Karena itu, Pemerintah Aceh dalam hal ini Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah harus membuka diri menjelaskan kepada publik, dana APBA Rp 1,7 triliun untuk penanganan corona itu kemana saja peruntukannya, apa saja item-item yang dibelanjakan dan berapa anggaran yang dikeluarkan untuk per item itu sendiri,” tegas Sulaiman dalam Rapat Paripurna di gedung utama DPRA, Banda Aceh, Senin (20/4/2020).
“Ini menyangkut uang rakyat, jadi sepatutnya pemerintah harus transparan, apalagi informasi sudah sangat bias berseleweran di publik terkait alokasi dana penanganan Covid-19. Tapi hari ini Pemerintah Aceh seperti menutup diri ke publik, pasalnya jangankan masyarakat, DPR Aceh sendiri selaku lembaga negara tidak mengetahuinya. DPRA belum menerima draf pergeseran dana APBA untuk penanganan corona. Ini perlu dipertanyakan supaya tidak terjadi penyelewengan uang rakyat,” tambahnya.
Selain itu, mantan Ketua DPRK Aceh Besar tersebut juga mendesak Pemerintah Aceh untuk mempercepat realisasi anggaran penanganan corona, khususnya dalam bentuk bantuan kepada masyarakat yang sudah sangat mendesak. “Uangnya kan sudah ada, jumlahnya pun sangat besar. Jadi jangan dipendam lagi, harus sesegera mungkin direalisasi dan dinikmati oleh masyarakat,” pinta Sulaiman.
Dalam kesempatan tersebut, politisi Partai Aceh ini juga menyinggung kondisi warga Aceh yang berada di Malaysia. Dia menegaskan, masyarakat Aceh di negara jiran tersebut juga terhenti mata pencahariannya akibat Covid-19, untuk itu Pemerintah Aceh juga berkewajiban memikirkan nasib mereka disana.
“Bagaimana pun caranya, dana Rp 1,7 triliun itu juga harus dinikmati warga Aceh yang bertahan di Malaysia, seperti mahasiswa Aceh di Wuhan dulunya,” demikian pungkas Sulaiman.