SinarPost.com, Baghdad – Setidaknya tiga tentara koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) tewas setelah beberapa roket menghantam pangkalan Irak yang menampung pasukan AS dan koalisinya.
Serangan roket tersebut terjadi pada Rabu (11/3/2020) waktu setempat. Demikian menurut sebuah pernyataan oleh Operation Inherent Resolve sebagaimana diberitakan Aljazeera.
Sumber dari militer AS menyebut seorang serdadu AS, kontraktor AS, dan seorang serdadu Inggris tewas. Nama-nama mereka belum dipublikasikan.
Pernyataan itu menambahkan bahwa sedikitnya 12 tentara koalisi AS lainnya cedera dalam serangan itu, yang “sedang diselidiki oleh koalisi dan pasukan keamanan Irak”.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada hari Kamis (12/3), Presiden Irak Barham Salih mengutuk serangan itu dan berjanji untuk menyelidiki dan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab.
“Sejumlah konsultan dan pelatih koalisi di dalam koalisi internasional yang beroperasi di Irak” tewas dalam serangan tersebut, kata pernyataan itu. Di sisi lain, seorang pejabat senior dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengatakan penilaian atas insiden tersebut sedang berlangsung.
Seorang komandan militer Irak menyebut, serangan roket itu adalah yang ke-22 yang menyasar kepentingan militer AS di Irak sejak akhir Oktober. Kolonel Angkatan Darat AS Myles Caggins, seorang juru bicara militer AS di Irak, mengatakan di Twitter lebih dari 15 roket kecil menghantam pangkalan itu, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab bersumpah untuk meminta pertanggungjawaban orang-orang di balik serangan itu.
Dalam percakapan telepon Rabu malam, pejabat dari kedua negara itu “menggarisbawahi bahwa mereka yang bertanggung jawab atas serangan itu harus bertanggung jawab,” kata Departemen Luar Negeri AS.
Camp Taji, yang terletak di utara Baghdad, telah digunakan sebagai basis pelatihan koalisi AS selama beberapa tahun. Sebanyak 6.000 tentara AS ditempatkan di Irak, yang melatih dan memberi nasihat kepada pasukan Irak dan melakukan misi kontraterorisme.
Serangan roket sebelumnya yang menargetkan tentara, diplomat, dan fasilitas AS di Irak menewaskan seorang kontraktor AS dan seorang prajurit Irak. Tidak ada serangan yang diklaim, tetapi Washington menuduh faksi pro-Iran bertanggung jawab.
Dua hari setelah kematian seorang Amerika dalam roket yang ditembakkan ke sebuah pangkalan militer Irak di Kirkuk pada akhir tahun lalu, tentara AS membalas menyerang lima pangkalan di Irak dan Suriah yang digunakan oleh faksi bersenjata Irak yang pro-Iran, Kataib Hezbollah.
Kataib Hezbollah ditunjuk sebagai “organisasi teroris asing” oleh Departemen Luar Negeri AS pada tahun 2009.
Ketegangan meningkat antara Washington dan Teheran setelah serangan pesawat tak berawak AS menewaskan komandan militer Iran Qassem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis, kepala Kataib Hezbollah, di Baghdad pada 3 Januari.
Pembunuhan itu membawa ketegangan antara kedua negara yang hampir ke titik puncaknya setelah Iran membalas menyerang dua pangkalan militer AS di dengan belasan rudal yang berpresisi tinggi. Serangan rudal Iran menghancurkan sejumlah fasilitas militer AS dan menyebabkan seratusan lebih tentara AS mengalami geger otak.