SinarPost.com, Banda Aceh – Dewan UKM Aceh Besar menilai penggunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) ataupun Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN yang beroperasi di Aceh selama ini belum menyentuh sektor ekonomi masyarakat termasuk sektor UMKM.
Hal tersebut disampaikan langsung Ketua Dewan UKM Aceh Besar, Farizal kepada media ini, Rabu (19/02/2020).
Menurutnya suatu perusahaan BUMN diwajibkan mengalokasikan anggaran minimal 2% untuk program tanggung jawab sosial kepada masyarakat sekitar dari total laba bersih yang didapat oleh suatu perusahaan, namun hal ini dinilainya belum dirasakan oleh masyarakat.
“Puluhan BUMN yang beroperasi di Aceh dan puluhan milyar rupiah dana CSR seharusnya dirasakan masyarakat Aceh dari program tanggung jawab sosialnya, namun patut dipertanyakan apakah dana yang besar itu disalurkan ke masyarakat keseluruhannya dalam bentuk program PKBL atau lebih banyak diselundupkan,” ungkap Farizal, mempertanyakan.
Sejauh ini, kata Farizal, ada indikasi pengelolaan hingga penerima manfaat dari dana CSR ataupun PKBL BUMN di Aceh bukanlah masyarakat tetapi malah internal perusahaan BUMN itu sendiri. “Kalaupun ada mayoritas diperuntukkan untuk kegiatan seremonial seperti ‘sponsorship’ balapan dan acara sejenisnya, sementara untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat relatif minim,” tuturnya.
“Kami menduga penggunaan dana CSR atau PKBL selama ini lebih banyak oleh internal perusahaan BUMN itu sendiri, dipoles dengan sedikit ‘showpost’ logo melalui event dan lalu pengamanan pemerintah setempat dengan support sedikit agenda pemerintah daerah, sementara pengembangan sektor ekonomi real seperti UMKM relatif sangat minim,” sebutnya.
Farizal mencontohkan salah satu BUMN yang beroperasi di Aceh Besar seperti Angkasa Pura II, dimana masyarakat disekitar bandara banyak yang tidak tau dan tidak tersentuh program PKBL atau CSR itu.
Menurut Farizal, jika dicek secara realita banyak penggunaan CSR/PKBL di Aceh itu justeru tidak dirasakan oleh masyarakat, sehingga laporan penggunaanya patut dipertanyakan. “Kita melihat selama ini realisasinya kurang manfaatnya ke masyarakat sehingga DPR RI dan Pemerintah harus mengevaluasi hal ini,” ujarnya.
Masih kata Farizal, langkah yang harus dilakukan oleh DPR RI Perwakilan Aceh adalah meminta laporan tahunan pendapatan suatu perusahaan BUMN dan laporan penggunaannya, lalu cek apa saja yang telah direalisasikan.
“Jika ditemukan kejanggalan maka itu harus jadi rekomendasi bagi DPR kepada pemerintah pusat agar kembali mengevaluasi keberadaan program-program CSR BUMN yang ada di Aceh,” imbuhnya.
Farizal meminta agar peruntukan hingga pengelolaan serta pemanfaatan dana CSR atau PKBL perusahaan BUMN harus melibatkan elemen sipil dan menyentuh sektor UMKM.
“Terlepas sudah dibentuk Forum CSR Aceh, tapi pemanfaatan CSR yang jumlahnya besar itu kurang dirasakan masyarakat, justeru terkesan ditutupi dari publik atau memang CSR itu hanya dana yang mayoritasnya untuk kegiatan seremonial belaka. Kami minta DPR RI dan Pemerintah pusat tegas kepada perusahaan BUMN-BUMN yang CSR nya bermasalah, ini harus betul-betul dikroscek dan dievaluasi,” pungkasnya.