SinarPost com, Banda Aceh – Kepala Perwakilan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Banda Aceh, H. Yuni Eko Hariatna atau akrab di panggil Haji Embong, mendesak Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah untuk mengevaluasi Biro Pengadaan Barang dan Jasa atau Unit Layanan Pelelangan (ULP) Sekretariat Daerah (Setda) Aceh.
Hal itu disampaikan Haji Embong terkait polemik pengadaan proyek Gedung Oncology Centre Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Banda Aceh.
“Tender Gedung Oncology Centre RSUDZA Banda Aceh dengan sistem Pra Qualification terindikasi tidak beres, untuk itu kami meminta kepada Plt Gubernur Aceh segera mengevaluasi Plt Kepala ULP dan Pokja terkait dengan lelang proyek tersebut,” kat Haji Embong dalam siaran persnya, Senin (10/2/2020).
Menurut Haji Embong, proyek multiyears senilai Rp 237.086.370.000 tersebut diduga sarat masalah, dan menurutnya, hal itu telah terendus dari proses pelelangan. “Saya mencium ada persaingan yang tidak sehat dalam proses tender tersebut, jadi kami patut menduga proyek itu bermasalah sejak pelelangan,” imbuhnya.
YARA menghimbau kepada Pemerintah Aceh agar menerapkan prinsip-prinsip dasar e-procuremen di Biro ULP. “Harusnya ULP itu paham dengan prinsip-prinsip pelelangan, panitia itu harus adil, non-diakriminasi, transparan, dan menerapkan persaingan tender yang sehat,” kata Haji Embong.
“Saya rasa pokja pemilihan-LXXV Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Aceh tahu persis bagaimana proses pelelangan yang terjadi, dan mereka harus bertanggungjawab untuk itu,” tambahnya.
“Jangan sampai masyarakat yang seharusnya mendapatkan fasilitas kesehatan dalam beberapa waktu ke depan, justru tidak dapat menikmatinya karena batal akibat kesalahan dalam proses pelelangannya,” ungkap Haji Embong.
Secara hukum, menurutnya, apabila terjadi suatu pelanggaran atau kecurangan dalam proses pengadaan barang dan jasa, maka komite sertifikasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) berwenang membekukan atau mencabut sertifikasi pengadaan barang dan jasa pemegang sertifikasi keahlian tersebut.
“LKPP harus mencabut sertifikasi Pokja ULP apabila terindikasi curang dalam pelelangan Gedung Oncology Centre RSUDZA Banda Aceh, dan kami akan melaporkan ini juga ke LKPP,” tegasnya.
Tindakan tersebut menurut Haji Embong sejalan dengan temuan Inspektorat Aceh melalui Surat bernomor 700/A.1/093/1A, tanggal 27 Januari 2020 lalu. Surat tersebut ditujukan kepada Direktur Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin agar mempertimbangkan pembatalan Surat Perjanjian (Kontrak) Nomor 027/12079/02.A/2019 tanggal 30 Desember 2019 dengan KSO APG-AS (PT. Adhi Persada Gedung dan PT. Andesmon Sakti).
Namun, Haji Embong kembali menuturkan, seharusnya Inspektorat Aceh juga memberikan pertimbangan tersebut kepada Plt Kepala ULP Aceh. Dengan demikian ada langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh ULP Aceh, seperti menonaktifkan anggota Pokja Pemilihan yang terlibat dalam lelang proyek tersebut.
“Tindakan menonaktifkan personil Pokja dipandang perlu dan sejalan dengan
pertimbangan pembatalan Surat Perjanjian (kontrak), karena persoalan yang ada saat ini berat dugaan proses tendernya bermasalah, jangan sampai PLT Kepala ULP gagal membina Pokja bekerja secara profesional, hal tersebut dapat berdampak hukum dikemudian hari,” tutup Haji Embong mengingatkan.