SinarPost.com, Banda Aceh – Ketua Umum (Ketum) Perhimpunan Pembinan Kesehatan Olahraga Indonesia (PP KORI) Aceh dr. Teuku Ona Arief meminta operator atau penyelenggara Liga 1 Indonesia musim depan agar memprioritaskan keselamatan pemain.
Hal ini disampaikan Teuku Ona Arief sebagai bentuk kepeduliannya terhadap keselamat para pemain yang bertarung di kasta tertinggi sepakbola tanah air. Sekedar informasi, salah satu tim kebanggaan masyarakat Aceh, Persiraja, musim 2020 mendatang juga akan tampil di Liga 1 Indonesia.
“Untuk pergelaran Liga 1 musim depan keselamatan pemain harus menjadi fokus utama operator penyelenggara Liga. Kita masih ingat beberapa tahun belakangan dimana Liga Tertinggi Sepabola di Indonesia pernah memakan korban, seperti seorang pemain bernama Akli Fairus meninggal dunia setelah berbenturan dengan kiper PSAP Sigli, Agus Rochman, dalam pertandingan Divisi Utama Liga Indonesia,” ujarnya kepada SinarPost.com, Rabu (18/12/2019).
“Akli sempat dilarikan ke rumah sakit untuk menerima perawatan medis. Sayangnya, setelah enam hari dirawat, ia menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit,” tambahTeuku Ona Arief, mengenang peristiwa di lapangan hijau bebera tahun silam.
Pria yang akrab sidapa dokter O ini menuturkan, pemain Persiraja Banda Aceh berumur 27 tahun yang menjadi korban itu hanya satu nama dari beberapa pemain sepakbola yang hidupnya berakhir di lapangan hijau dalam satu dekade terakhir. “Eri Irianto (Persebaya Surabaya), Sekou Camara (PBR) dan yang terakhir adalah legenda masyarakat Lamongan Chairul Huda adalah beberapa nama lain yang lebih dulu menghembuskan nafas terakhir ketika bertanding,” ungkapnya.
Dokter O yang selama ini bertindak sebagai salah satu tim dokter Persiraja Banda Aceh mengungkapkan bahwa sepakbola memang olahraga yang memaksa tubuh untuk bekerja hingga mencapai batas ambang kapasitas kemampuan tubuh. Dalam satu laga, tak jarang pula kedua tim sama-sama ngotot untuk mengejar kemenangan, sehingga timbul benturan-benturan ringan, atau benturan berat yang menjurus pada bahaya.
“Masalahnya, beberapa alat pengamanan yang boleh dikenakan pemain tentu tak menjamin 100 persen keselamatan. Alat-alat tersebut hanya sedikit melindungi bagian tubuh tertentu yang paling rawan terkena bahaya,” jelasnya.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, lanjut dokter O, FIFA sebagai induk sepak bola dunia telah membuat standar medis yang harus disediakan pada setiap pertandingan sepakbola. “Yang pertama adalah standar medis untuk tenaga kesehatan, baik yang disiapkan oleh masing-masing klub maupun yang disediakan oleh penyelenggara pertandingan,” sebutnya.
Pada dasarnya, lanjut Ketum PP KORI Aceh ini, setiap klub minimal wajib memiliki seorang dokter dan seorang fisioterapis dengan standar yang sudah ditetapkan oleh FIFA.
“Penting untuk diingat bahwa tenaga medis adalah satu-satunya orang yang memiliki hak untuk melakukan penanganan medis bagi pemain ataupun ofisial yang mengalami cedera atau mengalami gangguan kesehatan. Selain dokter dan fisioterapis selama pertandingan berlangsung tidak boleh ada pihak manapun yang melakukan tindakan medis, semua yang menyangkut keputusan dan tindakan medis adalah dokter,” tukasnya.
Pihak penyelenggara pertandingan, atau biasanya tim kandang, juga harus menyediakan satu orang dokter lain sebagai dokter pertandingan. Ia akan bertindak ketika terjadi sesuatu yang tidak terduga sehingga harus segera dilakukan tindakan.
Selain seorang dokter, pihak penyelenggara pertandingan juga harus menyediakan tenaga medis lain yang selalu siap membawa tandu dan peralatan P3K. Mereka juga harus selalu siaga untuk memberikan bantuan kepada tim dokter saat menangani pemain yang cedera.
Dari segi peralatan, FIFA sudah dengan sangat jelas menginstruksikan alat-alat medis yang harus disiapkan oleh tim medis pertandingan maupun tim dokter tim. FIFA menyebut peralatan ini dalam satu tas yang disebut FIFA Medical Emergency Bag (FMEB). Beberapa peralatan yang harus tersedia di dalam tas ini di antaranya adalah alat infus, ventilation bag, blood pressure monitor, dan beberapa alat-alat kesehatan lainnya.
Didalam stadion sepakbola ambulan harus sudah menjadi kendaraan yang harus selalu siap mengantarkan mereka yang mengalami masalah kesehatan ke rumah sakit terdekat.
“Pertanyaannya kemudian adalah berapa persen dari prosedur FIFA ini yang telah benar-benar dijalani di Indonesia? Seberapa besar peran PSSI sebagai induk tertinggi sepak bola indonesia dalam menjalankan fungsi pengawasan untuk tidak memberikan izin pertandingan yang tidak sesuai prosedur?,” imbuh dokter O, memperetanyakan.
Selama ini dokter O sudah berupaya mengatur pola kesehatan pemain Persiraja seperti menjaga kebugaran, serta penanganan cepat terhadap yang mengalami cedera. Dia berharap Pemerintah Aceh juga memperhatikan aspek medis dalam menyambut pergelaran Liga 1 musim depan, karena kondisi pertandingan nantinya sungguh sangat berbeda dengan Liga 2 musim lalu.
“Aspek keselamatan pemain harus menjadi yang utama karena tidak ada satu kemenangan pun yang sebanding dengan nyawa demikian pungkas dokter O,” demikian pungkas dokter O dalam keterangan tertulis yang diterima SinarPost.com.