SinarPost.com, Banda Aceh – Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al-Haythar mengutarakan bahwa perjuangan Aceh hari ini belum selesai. Katanya, perjuangan Aceh sat ini adalah melakukan perjuangan politik, perjuangan pendidikan, perjuangan agama dan perjuangan ekonomi untuk pembangunan dan kesejahteraan masa depan rakyat Aceh.
Demikian disampaikan Malik Mahmud dalam acara Peringatan Milad Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ke-42 yang dilaksanakan di Kompleks Makam Hasan di Tiro, Indrapuri, Aceh Besar, Rabu (4/12/2019).
“Hari ini kita melakukan perjuangan politik, perjuangan pendidikan, perjuangan agama dan perjuangan ekonomi untuk pembangunan dan kesejahteraan masa depan rakyat Aceh. Ini harus kita hadapi dengan penuh sabar, komitmen, dedikasi yang tinggi, intergritas dan satu hati, sama seperti masa perang dahulu,” ungkapnya.
“Perjuangan kita belum usai. Kita yang masih hidup adalah penerus dari perjuangan indatu dan pahlawan-pahlawan terdahulu. Semangat dan jiwa perjuangan harus kita turunkan kepada generasi penerus. Ini adalah tradisi turun-temurun dari bangsa Aceh, dan kita harus senantiasa setia meu setia sabee keudro-dro teuh,” tambah Malik Mahmud.
Wali Nanggroe menegaskan bahwa kepentingan rakyat Aceh harus didahulukan daripada kepentingan kelompok atau pribadi. Selain itu, ia mengingatkan tidaklah bermartabat suatu bangsa jika bangsa tersebut tidak menghargai dan berbangga terhadap sejarahnya. “Kepahlawanan pejuang-pejuang Aceh harus menjadi inspirasi, panduan dan semagat untuk putra-putri bangsa Aceh,” pungkas Malik Mahmud.
Kepada para wakil rakyat baik DPRK, DPR Aceh dan DPR RI dari Aceh yang telah mendapatkan amanah dari rakyat Aceh untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab sebaik-baiknya, terkhusus dalam hal penguatan perdamaian. Aceh, katanya, telah melalui tahapan pemilu dengan proses yang sangat aman dan tertib serta rakyat telah memilih para wakil-wakilnya yang menurut mereka adalah yang terbaik.
Khusus kepada GAM, menurut Malik Mahmud, belakangan ini sudah banyak muncul fenomena kegelisahan di antara anggota-anggota GAM, khususnya anggota KPA yang terdidik secara militer terhadap lambatnya realisasi perjanjian damai.
Selain itu, permasalahan bendera dan lambang Aceh, pembagian kewenangan antara Aceh dan pusat yang belum tuntas, permasalahan perekonomian kombatan dan korban konflik yang belum bangkit, menurut Wali juga belum tuntas.
“Semua itu akibat belum tuntasnya tanggung jawab Pemerintah Indonesia hingga pada permasalahan lahan pertanian bagi kombatan dan korban konflik,” tutup Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud.