SinarPost.com, Banda Aceh – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Fraksi Partai Aceh (PA), Sulaiman SE menyoroti kebijakan Pemerintah Aceh yang membatalkan pembangunan rumah duafa, namun di saat bersamaan program menghamburkan uang rakyat dengan kegiatan yang bersifat seremonial sangat gencar dilakukan.
Sulaiman menilai, kebijakan tersebut menunjukkan Pemerintah Aceh tidak peka dengan nasib rakyat kecil yang masih banyak hidup dibawah garis kemiskinan. Yang sangat disayangkan lagi, katanya, Pemerintah Aceh membatalkan pembangunan rumah duafa dengan alasan yang tidak logis, sementara pengadaan mobil dinas yang mencapai Rp 100 miliar tetap berjalan.
“Kebijakan Pemerintah Aceh di akhir tahun ini sangat aneh. Pembangunan rumah duafa dibatalkan, sedangkan kegiatan menghamburkan uang rakyat dengan acara seremonial sangat gencar dilaksanakan. Pemerintah Aceh sama sekali tidak peka dengan nasib rakyat kecil yang banyak hidup dibawah garis kemiskinan. Belum lagi berbicara masalah ekonomi rakyat bawah yang sangat membutuhkan sentuhan nyata dari Pemerintah,” ujar Sulaiman, Minggu (24/11/2019).
Disamping itu, politisi Partai Aceh ini menilai, penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBAP) periode akhir tahun 2019, terkesan sia-sia alias tidak bermanfaat untuk masyarakat Aceh secara luas.
Menurut amatannya, kegiatan Pemerintah Aceh akhir tahun hanya bersifat seremonial belaka. “Hampir seluruh hotel di Banda Aceh dan Aceh secara umum dipenuhi dengan kegiatan SKPA dalam bentuk workshop, pelatihan dan sejenisnya. Dan kenikmatan dibalik kegiatan ini hanya dinikmati segelintir orang saja. Mestinya Pemerintah Aceh lewat SKPA tetap kreatif dan solutif dalam menggunakan uang rakyat terhadap pembangunan dan peningkatan ekonomi masyarakat,” ucapnya.
Lebih lanjut, Sulaiman menuturkan, umumnya peserta kegiatan workshop berasal dari kalangan PNS, baik dari daerah maupun instansi di tingkat Provinsi. Sulaiman menduga acara-acara seremonial ini disediakan uang saku, biaya transportasi dan konsumsi serta biaya penginapan dengan jumlah yang tidak sedikit untuk setiap kegiatannya. Sementara masyarakat Aceh hanya jadi penonton rentetan spanduk kegiatan yang tak bermanfaat di hotel-hotel yang ada di Aceh.
Menurut Sulaiman, anggaran yang dialokasikan untuk acara seremonial tersebut hanya modus untuk menutupi kelemahan daya serap anggaran yang rendah. Lucunya lagi, kata Sulaiman, meski sudah full dengan kegiatan seremoni, daya serap anggaran tetap saja tidak terdongkrak dengan baik. “Per 22 November 2019, daya serap anggaran APBA untuk keuangan 60,5 persen, kemudian fisik 67,0 persen. Sadarlah yang tidak baik tetap akan terlihat tidak baik,” pungkarnya.
“Beberapa waktu lalu saya melihat, kebanyakan hotel di Banda Aceh dipenuhi spanduk kegiatan SKPA yang menurut saya secara umum bisa dipastikan tidak ada manfaat untuk rakyat Aceh. Setiap kegiatan yang menghabiskan anggaran ratusan juta, belum lagi satu SKPA menggelar kegiatan seremoni bukan satu kegiatan, ada banyak kegiatan. Sangat di sayangkan ada milyaran rupiah APBA setiap SKPA terbuang begitu saja dan terkesan tidak ada manfaat,” ungkapnya.
Mantan Ketua DPRK Aceh Besar ini meminta pemangku kebijakan, khususnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk memberikan perhatian lebih terhadap penggunaan uang rakyat semacam ini, sehingga kedepannya kegiatan yang bersifat seremonial dan menghamburkan uang rakyat bisa dikurangi.
Anggota DPRA ini juga berharap kepada Mendagri untuk mengintruksikan kepada seluruh kepala daerah, khususya Aceh agar dihentikan pola tidak baik tersebut, sehingga anggaran yang digelontorkan untuk Aceh dapat memberikan manfaat nyata kepada masyarakat.
Stop Kegiatan Seremoni
Teekait hal tersebut, Sulaiman meminta Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah agar mengintruksikan kepada Kepala SKPA untuk tidak melaksanakan kegiatan seremoni secara berlebihan yang terkesan hanya kejar tayang penyerapan anggaran di akhir tahun.
“Jangan bikin masyarakat Aceh jadi penonton dengan kebijakan birokrak dalam menguras uang mereka, ini pola tidak baik. Apapun alasannya, kegiatan seremonial tidak ada manfaat bagi masyarakat bawah. Itu hanya untuk kesenangan penghuni kantor pemerintah semata,” ungkapnya.
Kendati acara seremoni yang diselenggarakan pemerintah disebut sebuah acara penting, mantan Ketua DPRK Aceh Besar ini mempertanyakan urgensi jadwal acara di akhir tahun. “Ini kan terlihat jelas, kegiatan itu hanya modus untuk mengambil keuntungan segelintir saja, atau pemasukan plus akhir tahun. Sebab saya melihat selalu dibanjiri dengan pelatihan atau workshop di berbagai instansi memang akhir tahun, apakah memang ini waktu yang tepat menguras uang rakyat ataukah cuma sebatas untuk menutupi pogram-pogram lain yang tidak berjalan,” tegas Sulaiman, mempertanyakan.
Itu sebabnya politisi Partai Aceh ini meminta Pemerintah Aceh dalam hal ini Plt Gubernur Aceh selaku pemegang kekuasaan untuk memaksimalkan penggunaan angaran terhadap pembangunan yang menguntungkan masyarakat secara luas.
“Coba kita berfikir logis, andai uang Aceh yang digunakan untuk seremoni itu kita alihkan untuk pemberdayaan ekonomi, atau untuk memaksimalkan dukungan pemerintah terhadap pelaksanaan syariat Islam di Aceh atau pun untuk kegiatan sosial yang menguntungkan masyarakat kelas bawah, tentu akan lebih bermanfaat. Masyakarat akan lebih senang melihat pemimpinnya yang memiliki sifat arif dan bijaksana,” tutupnya.