SinarPost.com, Banda Aceh – Pernyataan Menteri Agama (Menag), Jenderal (Purn) TNI Fachrul Razi yang ingin fokus memberantas radikalisme terus menuai kritikan dari berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, pasalnya pernyataan Menag tersebut dinilai terlalu tendensius dan bukan tupoksinya Kementerian Agama.
Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Dr. M. Yusran Hadi, Lc., MA menilai, pernyataan Fachrul Razi terkait radikalisme bukan hanya telah membuat kegaduhan di kalangan umat Islam dan Bangsa Indonesia, namun juga telah menunjukkan sikap awamnya akan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai seorang Menteri Agama.
“Sepatutnya seorang Menteri Agama memberikan pernyataan yang menyejukkan dan menyatukan umat. Bukan membuat polemik dan masalah yang bukan tugas dan fungsinya. Pernyataan Menag tentang radikalisme telah menyinggung dan menyakiti umat Islam. Bahkan dianggap telah melecehkan dan mendiskriditkan Islam. Karena selama ini diketahui isu radikalisme itu adalah propaganda musuh-musuh Islam dan orang-orang Islamphobia yang ditujukan kepada Islam dan umat Islam,” ujar Dr Yusran Hadi, dalam keterangan tertulisnya kepada SinarPost.com, Kamis (7/11/2019).
Persoalan radikalisme, kata Yusran, bukan lah tupoksi Menag, karena negara punya institusi lain yang menangani masalah tersebut. Maka sangat tidak patut seorang Menag menjadikan prioritas salah satu agenda kerja yang bukan tugasnya. “Justru pernyataan menag menjadi kontra produktif dan blunder bagi dirinya dan lembaga yang dipimpinnya. Akibatnya, menghilangkaln marwah kemenag dan kepercayaan rakyat. Juga menjadi blunder dan citra buruk bagi Pemerintahan Jokowi,” tuturnya.
Alumnus Universitas Islam Madinah, Arab Saudi ini turut mengingatkan Menag Fachrul Razi agar lebih fokus menyelesaikan berbagai persoalan yang selama ini membelit Kementerian Agama, baik masalah korupsi, jual beli jabatan, kinerja buruk, kesejahteraan pegawai, dan lain sebagainya. Menag jangan sibuk memikirkan terhadap yamg bukan tupoksinya.
“Masih banyak permasalahan yang harus dituntaskan, terutama memberantas paham-paham sesat yang berkembang di Indonesia seperti Syiah, Liberal, Komunis, Ahmadiyah, dan paham-paham sesat lainnya yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa dan NKRI. “Ini seharusnya menjadi perhatian dan prioritas Menag,” tegasnya.
“Bagaimana bisa seorang Menteri Agama yang muslim dari sebuah negara yang mayoritas Islam ikut-ikutan mempopulerkan isu radikalisme yang bertujuan mendiskreditkan umat Islam. Jangan sampai umat Islam berasumsi negatif kepada pemerintah khususnya Menag,” tambah Yusran Hadi.
Doktor lulusan Fiqh dan Ushul Fiqh International Islamic University Malaysia (IIUM) meminta Menteri Agama Fachrul Razi menjelaskan makna radikal yang dimaksudnya dan kepada siapa dituju agar tidak bias dan liar. “Jika dimaksudkan radikal adalah kekerasan dan ditujukan kepada umat Islam, maka Menag telah melakukan kesalahan besar dan berbahaya. Ini sama saja melecehkan Islam dan menyakiti umat Islam, karena Islam tidak mengajarkan radikalisme,” pungkasnya.
Yusran Hadi juga mengingatkan agar Menag tidak terjebak pada isu-isu yang diciptakan oleh musuh Islam untuk merusak citra Islam. Sebagai Menteri Agama, tuturnya, seharusnya Fachrul Razil mengeluarkan pernyataan yang menyejukkan bagi pemeluk agama di Indonesia, bukan malah menyakiti pemeluk agama.
Terakhir, Dr Yusran Hadi berharap kepada Menag Fakhrul Razi untuk fokus melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh undang-undang, agar Kemenag menjadi lebih baik dari sebelumnya. “Selama ini Kemenag mendapat stigma negatif dari masyarakat terkait kasus korupsi, jual beli jabatan, liberalisme, sekulerisme dan lainnya. Persoalan ini harus menjadi prioritas kerja Menag,” tutupnya.