SinarPost.com, Jakarta – Buku Kerja Siswa (BKS) “An-Najah” untuk siswa kelas VII Madrasah Tsanawiyah, Mata Pelajaran Aqidah Akhlak terbitan CV. Gema Nusa, Klaten, Jawa Tengah beberapa hari ini menimbulkan polemik.
Pemicunya, terdapat salah satu pertanyaan latihan dalam buku itu yang dinilai telah mendiskreditkan amaliyahtahlil. Pihak penerbit telah memberikan pernyataan tertulis, mengakui kesalahan, dan menyampaikan permohonan maaf.
Pihak penerbit menjelaskan bahwa kesalahan itu disebabkanhuman eroryang berupa kesalahan ketik, dari konsep yang seharusnyathalih (lawan darishalih) diketiktahlil. Selain itu, penerbit juga mengakui lalai dan salah karena tanpa izin mencantumkan logo Kemenag dalam terbitannya, tidak melakukan prosedur penilaian dan pengesahan buku sebagaimana diatur dalam regulasi PP No 75 tahun 2019 maupun PMA No. 9 Tahun 2018, serta memuat tulisan yang dapat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Menindaklanjuti semua kelalaian dan kesalahan tersebut, CV. Gema Nusa, Klaten, dalam Surat Pernyataan yang sama menyampaikan kesanggupan mengambil langkah; pertama, bersedia menyerahkan barang bukti buku yang bermasalah kepada Kemenag RI untuk selanjutnya dipelajari.
Kedua, bersedia segera menarik buku dimaksud serta buku pelajaran agama lainnya yang telah diterbitkan untuk selanjutnya akan diambil sesuai prosedur penerbitan buku agama yaitu mendapatkan penilaian dan pengesahan buku dari pihak yang berwenang di Kemenag RI.
Harus Patuhi Aturan
Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kemenag RI, A Umar mengingatkan agar para penerbit buku pelajaran agama memahami serta patuh pada regulasi perbukuan, yaitu PP No. 75 Tahun 2019 maupun PMA No. 9 tahun 2018,” tegas Umar di Jakarta, Selasa (5/11/2019) kemarin.
Menurut Umar, keberadaan regulasi perbukuan untuk melindungi para penerbit dari kemungkinan kesalahan yang berakibat fatal atas terbitan yang telah dilakukannya.
Kementerian Agama juga telah menyiapkan unit kerja yang secara khusus bertugas meneliti, menilai, serta sekaligus mengesahkan buku yang akan terbit itu layak terbit dan sudah terhindar dari kesalahan. Unit tersebut adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur dan Khasanah Keagamaan, Balitbang Diklat, Kemenag RI.
“Jangankan penerbit swasta yang diselenggarakan masyarakat, kami sendiri Kementerian Agama RI, bila menyusun buku juga harus mendapat penelitian, penilaian, dan pengesahan dari unit Pusat Lektur,” tegasnya.
Dengan kesadaran semua pihak mengikuti prosedur regulasi buku pelajaran agama, Umar berharap kualitas pendidikan madrasah semakin bermutu dan berkontribusi dalam pembelajaran agama dan pembentukan karakter muslim rahmatan lil ‘alamin.
“Kita perlu antarkan generasi Islam yang belajar di madrasah menjadi generasi pecinta negeri, pemberi contoh pengamal moderasi beragama dalam mendukung terwujudnya Indonesia unggul,” tutupnya.