SinarPost.com, Jakarta – Komisi II DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) serta Ditjen Otda dan Ditjen Polpum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Senin (4/11/2019).
Rapat yang berlangsung di gedung Wakil Rakyat, Senayan, Jakarta itu dipimpin langsung Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung dengan agenda membahas tentang Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang berkaitan dengan masalah Pilkada Serentak.
“Ini adalah rapat konsultasi, dan yang perlu didengarkan oleh Pimpinan KPU dan Bawaslu adalah saran dan masukan kita terhadap perubahan dari rancangan PKPU dan rancangan peraturan Bawaslu, untuk kemudian bila diperlukan dilakukan revisi oleh lembaga tersebut masing-masing,” ucapnya
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Johan Budi S. Pribowo meminta agar pemerintah, dalam hal ini pihak KPU dan Bawaslu juga menjelaskan alasan filosofisnya mengapa harus dilakukan perubahan atau revisi atas pasal-pasal dalam peraturan KPU tersebut.
“Saya berharap ada penjelasan filosofisnya, tidak hanya membaca (materi) apa yang sudah ada. Kenapa itu ganti, kenapa itu direvisi. Kita ingin mendengar dari KPU apa yang menjadi alasan KPU melakukan revisi. Dan saya mengusulkan agar kita tidak hanya mendengarkan apa yang disampaikan pemerintah, tetapi lebih produktif. Diskusinya harus lebih substansi kenapa pasal tersebut perlu diubah atau direvisi oleh KPU,” ujar Johan Budi.
Dikatakannya, apa yang disampaikan KPU dan Bawaslu, ada persoalan-persoalan substantif yang perlu dilakukan pendalaman. Karena PKPU akan di-launching pada Pilkada 2020.
“Perlu pembahasan yang benar-benar detil dan juga pemahaman dari masing-masing Anggota Dewan bisa tersampaikan. Apakah itu (bentuknya) koreksi atau penambahan di dalam kaitan dengan PKPU. Saya usulkan, kalau masalah ini dianggap penting, perlu ada pendalaman khusus dalam kaitan materi yang disampaikan oleh KPU,” tandasnya.
Johan Budi turut meminta agar pasal-pasal yang ada dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) jangan bersifat multi tafsir. Johan menyampaikan, PKPU menurutnya adalah tafsir dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
“Karena dia tafsir, maka tentu ayat dan pasal-pasalnya jangan multi tafsir, melainkan haruscleardan jelas sehingga tidak menimbulkan multi tafsir,” tegasnya.
Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini mengatakan bahwa dirinya memiliki beberapa catatan yang terkait dengan rancangan PKPU yang dibahas dalam RDP tersebut, diantaranya yaitu bagaimana barometer atau ukuran bahwa seseorang itu setia kepada Pancasila.
“Kalau orang yang sehat ada ukurannya, atau orang yang tidak terlibat narkoba maka hal itu juga ada ukuran atau keterangannya. Tetapi kalau orang yang setia kepada NKRI atau Pancasila itu ukurannya apa. Jangan bikin aturan yang kita tidak bisa menegakkan dan multi tafsir. Kemarin KPU bikin aturan namun kemudian digugat oleh Anggota DPR RI. Oleh karenanya ke depan jangan lagi seperti itu,” ucapnya.
Selain itu Johan juga meminta penjelasan terkait isi dari Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2016 agar tidak multi tafsir. Dikatakannya, pada Pasal 4 ayat 1 disebutkan terpidana karena alasan politik. Johan menegaskan, aturan di PKPU seharusnya mengacu pada undang-undang pidana yang ada.
“Pasal 4 ayat 1 angka 3 disitu disebut mengenai terpidana lain yang tidak menjalani pidana dalam penjara. Saya belum mendapat penjelasan, kenapa Pasal 4 ayat 1 angka 3 itu dihapus. Padahal menurut saya hal ini bisa menimbulkan perdebatan juga. Ada orang yang sudah di vonis bersalah di Pengadilan Tingkat I tetapi tidak langsung masuk penjara, apakah hal itu yang dimaksud? Mohon hal tersebut dijelaskan agar tidak menjadi multi tafsir,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan, ada dua rancangan peraturan KPU yang perlu dibahas bersama, yang pertama sangat singkat dan padat karena perubahannya tidak banyak. Bahkan di peraturan yang pertama memisahkan dua jenis ketentuan.
“Sementara peraturan KPU tentang pencalonan, banyak hal-hal teknis baru yang dimasukkan didalam draf ini. Oleh karena itu pilihannya adalah dibacakan seluruh ketentuan-ketentuan teknis itu, karena banyak menambahkan pasal-pasal,” tuturnya.