SINARPOST.COm, Banda Aceh – Sehubungan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 188.34 – 4791 Tahun 2016 Tentang Pembatalan Beberapa Ketentuan dari Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Bendera dan Lambang Aceh yang tembusannya turut disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat aceh (DPRA) baru-baru ini beredar di Aceh. Padahal Keputusan Menteri (KEPMEN) tersebut telah dibuat tiga tahun yang lalu, hal ini memicu kecurigaan publik Aceh se-olah-olah Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dengan sengaja menyembunyikan KEPMENDAGRI tersebut dengan tujuan dan maksud yang belum diketahui.
Semenjak disahkan oleh DPRA pada tahun 2013, Qanun Aceh tentang Lambang dan Bendera telah menuai polemik selama 6 tahun dan terus menjadi alat propaganda oleh para elit-elit politik di Aceh seolah olah pemerintah pusat sengaja mengabaikan dan mendiamkan persoalan itu. Perang opini pro-kontra antar elit-elit politik di Aceh mengenai bendera di berbagai media massa yang telah berlangsung cukup lama yang berpotensi memicu pembelahan sosial di tingkat elit maupun masyarakat, hal ini dikhawatirkan dapat menjadi benih konflik sosial antar daerah, mengingat residu konflik Aceh sebelum perdamaian di Helsinky belum benar-benar “sembuh” total.
Masyarakat Aceh di berbagai Kabupaten / Kota juga menanggapi isu tersebut dengan pro dan kontra, ada sebagian masyarakat yang mendukung Bendera dan Lambang Aceh sesuai lampiran Qanun Aceh tersebut (BenderaBulan Sabit) dan tidak sedikit pula yang meminta adanya revisi dan perubahan dalam konteks sejarah Aceh masa lalu – seperti Bendera Alam Peudeung. Apabila tidak adanya penyelesaian yang tuntas, pro-kontra ini akan terus berlangsung sampai kapanpun dan tentunya hal ini sangat tidak produktif bagi keberlangsungan pembangunan di Aceh.
Masyarakat Pengawal Perdamaian dan Pembangunan Aceh (M@PPA) sebagai salah satu elemen sipil meminta kepada Menteri Dalam Negeri untuk menjelaskan kepada publik apakah salinan KEPMENDAGRI tersebut benar – benar telah dikirimkan tembusannya kepada Pemerintah Aceh dan DPR Aceh? Serta menjelaskan duduk perkara penyelesaian polemic Qanun Aceh Tentang Bendera dan Lambang, Sebab DPRA dan Pemerintah Aceh menyatakan tidak pernah menerima salinan Kepmendagri Nomor 188.34 – 479 tersebut. Hal ini penting bagi publik di Aceh untuk mendorong pemerintah Aceh dan DPRA agar transparan dan terbuka kepada rakyatnya sendiri dan supaya juga polemik Bendera dan Lambang Aceh tidak lagi menjadi “gorengan” para politisi yang tidak bertanggung jawab.
Apabila publik Aceh telah mendapatkan informasi yang utuh, tentunya elemen-elemen sipil dapat bersikap tegas dengan cara mendorong DPRA dan Pemerintah Aceh supaya bersikap bijak untuk mengimplementasikan Qanun Aceh Tentang Lambang dan Bendera sebagai Qanun yang dapat diterima oleh semua kalangan di seluruh Aceh serta selaras dengan aturan-aturan hukum yang ada.
Besar harapan Publik Aceh bahwa Bendera dan Lambang Aceh yang dapat diterima oleh seluruh Rakyat Aceh segera terwujud. Cukup sudah 6 tahun energi public Aceh terkuras sia-sia untuk persoalan satu Qanun saja.
Salam Perdamaian dan Demokrasi
Hormat kami,
Demikian Isi Surat Masyarakat Pengawal Perdamaian dan Pembangunan Aceh (M@PPA) ditujukan kepada kemendagri terkait pembatalan Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang tertanggal 12 Agustus 2019 di Banda Aceh yang di Tanda tangani oleh Azwar A Gani Selaku Koordintor M@PPA.
Azwar mngatakan bahwa, Mendagri harus menjelaskan kepada publik khusunya rakyat aceh tentang polemik ini agar masyarakat Aceh mendapatkan informasi yang utuh, sehingga elemen-elemen sipil dapat bersikap tegas dengan cara mendorong DPRA dan Pemerintah Aceh supaya bersikap bijak untuk mengimplementasikan Qanun Aceh Tentang Lambang dan Bendera sebagai Qanun yang dapat diterima oleh semua kalangan di seluruh Aceh serta selaras dengan aturan-aturan hukum yang ada. (RLS)
“