SINARPOST.COM, BANDA ACEH – Masyarakat Aceh beberapa hari lalu dikejutkan dengan beredarnya surat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang secara sepihak telah membatalkan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh.
Pembatalan Qanun Aceh itu tertuang dalam surat Kemendagri RI Nomor: 188.34/2723/SJ tertanggal 26 Juli 2016 yang ditandatangani langsung oleh Mendagri Tjahjo Kumolo dan ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia.
Dalam surat itu disebutkan bahwa pembatalan Qanun Bendera dan Lambang Aceh telah mendapat persetujuan dari Kementerian terkait, TNI, Polri, dan Kejaksaan Agung. Adapun tujuan pembatalan Qanun Aceh tersebut adalah untuk menjamin kepastian hukum, mengutamakan kedaulatan NKRI serta meredam munculnya gerakan anti Pemerintah Republik Indonesia.
Anehnya, meski surat pembatalan Qanun Bendera Aceh sudah ditandatangani sejak 26 Juli 2016 lalu namun Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengaku baru mengetahui surat tersebut pada Rabu (31/7/2019) kemarin. DPRA pun mengecam habis pembatalan itu dengan menyebutnya sebagai pengkhianatan terhadap Aceh dan MoU Helsinki serta UUPA.
Front Peduli Aceh (F-PA) mempertanyakan pengakuan pihak DPRA yang mengaku baru mengetahui pembatalan Qanun Bendera Aceh oleh Kemendagri pada akhir Juli kemarin, padahal surat Kemendagri yang dikeluarkan 3 tahun lalu jelas menyebut tembusannya kepada Gubernur Aceh dan DPRA. Dalam hal ini, F-PA menilai DPR Aceh terkesan galau dan panik dengan beredarnya surat pembatalan tersebut ke publik.
“Sangat ironis, anggota DPRA seperti kura-kura dalam perahu, yang pura-pura tidak tau terhadap surat pembatalan Qanun Bendera, sementara tembusannya jelas disebutkan ke Gubernur Aceh dan DPRA. Atau jangan-jangan selama ini pihak Eksekutif dan Legislatif Aceh sengaja mendiamkan hal itu agar tidak diketahui publik, ini kan patut dipertanyakan,” kata Koordinator F-PA, Budiawan dalam rilis yang dikirim ke Sinarpost.com, Jum’at (2/8/2019).
Menurut Budiawan, pada dasarnya masyarakat Aceh sudah muak dengan polemik bendera yang tak kunjung selesai dan tanpa ada solusi kongkrit dari pihak bersengketa. “Sebaiknya DPRA segera robah mindset, jangan terus menerus memainkan persoalan bendera dan simbol sebagaimainan yang dipertontonkan selama ini. Semestinya DPRA harus segera ada solusi terhadap polemik bendera dan kemudian fokus pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat,” ungkapnya.
Selain itu, F-PA juga menyebutkan bahwa satu tiang bendera yang berada di kantor DPRA dan Meuligoe Wali Nanggroe terkesan mubazir karena sudah bertahun-tahun tidak pernah dinaikkan bendera. “Kita menantang DPRA agar tak hanya bisa memprovokasi rakyat, dan menyalahkan sana sini. Kami mau lihat coba DPRA memasang bendera Bintang Bulan di depan kediaman pribadinya, di tiang depan DPRA juga di tiang depan Meuligoe Wali Nanggroe,” tegas Budiawan.
F-PA berharap semua pihak baik Pemerintah Pusat, Gubernur dan DPR Aceh untuk segera mencari jalan tengah dan solusi kongkret agar polemik bendera Aceh segera menemui jalan keluarnya. “Kalau kita terus menerus ngotot cari kambing hitam, menyalahkan pihak ini dan pihak itu pasti tak selesai-selesai,” sebutnya.
Menurut Budiawan, butir MoU Helsinki dan UUPA hari ini terlihat seperti cerita di negeri dongeng, yang muncul di setiap musim politik. Padahal di sisi lain masyarakat Aceh sangat merindukan hadirnya kebijakan yang fokus pada pembangunan dan kesejahteraan. “Jadi, DPRA dan Pemerintah Aceh harus segera menyelesaikan persoalan bendera ini, sehingga bisa fokus memberi bukti kepada rakyat terkait pembangunan dan kesejahteraan,” harapnya.
Menurut Koordinator F-PA, jika DPRA terus menerus mencari kambing hitam dan sibuk dengan menyalahkan pihak lain, maka wajar jika kemudian masyarakat juga akan menyalahkan DPRA. “Bayangkan surat yang melampirkan Kepmendagri itu sudah disampaikan ke DPRA sejak 2016, lalu diberi kesempatan 14 hari untuk menyampaikan keberatan, tapi tak ada upaya apa-apa. Namun, tiba-tiba ketika publik mengetahui Kepmendagri itu sekitar 2 hari lalu, tiba-tiba beberapa anggota DPRA ribut. Jadi selama 3 (tiga) tahun ini kemana saja? Ini kan patut dipertanyakan rakyat,” pungkasnya.