SINARPOST.COM, BANDA ACEH – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Besar, Sulaiman SE mendukung penuh upaya Pemerintah Kabupaten setempat dalam menerapkan syariat Islam di semua lini, tak terkecuali di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang.
Namun demikian, Sulaiman kurang sependapat dengan kebijakan Pemkab Aceh Besar baru-baru ini yang melarang setiap penerbangan di Bandara SIM Blang Bintang saat perayaan Hari Raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha.
Seperti diketahui, baru-baru ini Bupati Aceh Besar, Ir Mawardi Ali mengeluarkan imbauan tentang penghentian penerbangan saat hari pertama perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha dari dan ke Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang. Larangan tersebut berlaku selama 12 jam atau sehari penuh.
Himbauan Bupati Aceh Besar itu ditujukan kepada seluruh komunitas bandara dan kru pesawat yang beragama Islam untuk melaksanakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha di Bandara atau di tempat ibadah masing-masing karyawan Bandara.
“Yang jelas kita mendukung penuh penerapan syariat Islam di Aceh Besar. Namun terkait kebijakan larangan penerbangan di Bandara SIM saat hari raya, menurut saya kurang relevan diterapkan hanya untuk Shalat Ied, yang merupakan ibadah sunnah. Apalagi larangan penerbangannya sampai 12 jam alias sehari penuh. Ini terlalu panjang,” ujar Sulaiman saat dihubungi Sinarpost.com, Minggu (28/7/2019).
Menurut Ketua DPRK Aceh Besar itu, seharusnya Bupati Aceh Besar sebelum membuat kebijakan larangan penerbangan di Bandara SIM, harus melihat dari berbagai sisi, termasuk urgensitas Bandara bagi kebanyakan masyarakat lainnya, seperti kepentingan silaturrahmi, pariwisata, dan lain sebagainya.
“Bandara kan bukan hanya soal karyawan, tapi ada hal yang jauh lebih penting. Misalnya orang Aceh yang di luar kota atau sebaliknya ingin pulang kampung untuk bersilaturrahmi dengan keluarganya akan terhambat, atau masyarakat yang ada sanak keluarganya tertimpa musibah juga akan terhambat. Mestinya hal ini juga harus menjadi pertimbangan Bupati sebelum mengeluarkan kebijkan,” ungkapnya.
Sulaiman juga mempertanyakan durasi larangan penerbangan yang mencapai 12 jam. “Menurut saya ini terlalu panjang. Kalau pertimbangannya agar karyawan Bandara dan Maskapai Penerbangan dapat melaksanakan Shalat Ied, seharusnya kan cukup 5 (lima) jam saja. Misalnya dari pukul 06.00-11.00 WIB, artinya tepat pukul 11.00 WIB Bandara kembali normal,” sebutnya.
Selain itu, Politisi Partai Aceh tersebut juga mempertanyakan pertimbangan Bupati Aceh Besar yang menganalogikan kebijakannya terhadap larangan penerbangan saat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha dengan yang diberlakukan di Bali saat Hari Nyepi (Hari Raya Umat Hindu).
“Kita (Aceh) tidak sama dengan Bali. Bagi orang Aceh Hari Raya adalah momentum berkumpul dan bersilaturrahmi dengan keluarga. Mungkin saja kesempatan mereka pulang kampung pada Hari Raya, tapi akan terhambat dengan kebijakan larangan penerbangan di Bandara SIM. Ekonomi Aceh dalam sektor pariwisata juga berbeda dengan Bali. Maksudnya jangan sampai kebijakan larangan penerbangan ini bisa menghambat sektor pariwisata di Aceh,” pungkasnya.