SINARPOST.COM, JAWA BARAT | Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa Rancangan Qanun Hukum Keluarga yang digedok oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang salah satu babnya membahas tentang pelegalan poligami harus dikonsultasikan dengan pemerintah pusat.
“Ya apa pun setiap daerah untuk menyusun Perda, termasuk Aceh kan masih ada dua, termasuk soal bendera juga kan tetap dikonsultasikan dengan pusat” ujar Tjahjo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7/2019).
Rancangan qanun ini lantas menuai pro dan kontra. Salah satu alasan poligami ingin diatur dalam qanun adalah maraknya praktik nikah siri yang terjadi bila pria ingin menikah lagi.
“Tahun 2014 itu orang yang punya akta kelahiran hanya 31%. Sekarang dengan mempermudah akses, sekarang mencapai 91%. Ternyata mayoritas orang yang tidak mengusulkan anaknya punya akta kelahiran karena faktor nikah siri. Nah nikah siri kan di KUA kan tidak ada. Istilahnya kan tidak terdaftar,” ujar Tjahjo.
Tjahjo menjelaskan, saat ini kepemilikan akta kelahiran mencapai 91%, yang sebelumnya hanya 31% pada tahun 2014. Kenaikan angka ini karena pemerintah membolehkan orang yang menikah siri mengajukan akta kelahiran anaknya sepanjang disebutkan siapa nama ayah sang anak.
“Dengan kami memperbolehkan nikah yang tidak terdaftar mengajukan akta kelahiran buat anaknya sepanjang disebutkan siapa suaminya wah ternyata melimpah sekali. Sekarang sudah mencapai 91%. Bagi kami intinya, jangan dideclare to,” sebutnya.
“Ini pendapat saya lo ya. Saya nggak tahu argumentasi teman-teman di Aceh apa. Tapi jangan dideclare karena ini menyangkut berbagai akses,” imbuh Tjahjo.
[Sumber : Detik.com]