SINARPOST.COM, BANDA ACEH | Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh menyatakan dukungan penuh terhadap keberadaan lembaga Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh dalam mengungkapkan kebenaran terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di masa konflik dulu, serta membantu tercapainya rekonsiliasi antara pelaku dan korban.
Sebagai bentuk dukungan terhadap KKR ini, Unsyiah mendorong Pemerintah Aceh dan DPRA untuk segera melakukan revisi terhadap Qanun Aceh Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Aceh dengan menambahkan klausul pengaturan materi terkait Susunan Organisasi, dan Tata Kerja (SOTK) KKR Aceh serta pembentukan Sekretariat KKR Aceh.
Selain itu, Unsyiah juga menyarankan Pemerintah Aceh dan DPRA agar secara serius memperkuat peran dan memberikan perhatian serius kepada KKR Aceh, serta menyarankan kepada seluruh komponen sipil baik di Aceh maupun di luar Aceh untuk mendorong penguatan terhadap kelembagaan KKR Aceh.
Dua poin bentuk dukungan terhadap KKR di atas merupakan rekomendasi yang disepakati sejumlah akademisi Unsyiah dan stakeholders terkait lainnya dalam Forum Ilmiah Expert Meeting yang digelar oleh Pusat Riset Ilmu Pemerintahan (PRIP) dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Unsyiah di Balai Senat, Kamis (25/4/2019)
Acara yang dikemas berupa Focus Group Discussion (FGD) itu mengangkat tema “Optimalisasi Peran dan Penguatan Kelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh sebagai Lembaga Daerah yang bersifat Khusus”.
KKR Aceh merupakan lembaga yang dibentuk sesuai mandat MoU Helsinki yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki pada 15 Agustus 2005 silam. Para pegiat HAM dan para penyintas di Aceh sejak awal menuntut pembentukan KKR, namun baru terbentuk secara resmi pada 2013 setelah disahkannya Qanun KKR oleh DPRA.
Landasan hukum pembentukan KKR Aceh adalah UU Nomor 11 Tahun 2016 dan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Pada tanggal 24 Oktober 2016, Pemerintah Aceh telah melantik 7 (tujuh) komisioner KKR Aceh yang bertugas melaksanakan dan menjalankan KKR dalam periode waktu 5 (lima) tahun.
Pada Forum Ilmiah Expert Meeting tersebut, Wakil Rektor II Unsyiah, Dr. Ir. Agussabti, M.Si., mengatakan bahwa kegiatan itu dilaksanakan sebagai wujud dedikasi tanggung jawab dan kepedulian Unsyiah dalam menyelesaikan berbagai polemik hukum yang terjadi di Aceh. Kegiatan ini juga manifestasi salah satu tridarma perguruan tinggi, yaitu pengabdian masyarakat.
Sementara Kurniawan S, S.H., LL.M, selaku panitia pelaksana mengatakan kegiatan tersebut sebagai upaya memperkuat perdamaian di Aceh. Selain itu, juga mendorong penguatan terhadap lembaga Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh yang merupakan amanat dari perjanjian kesepakatan damai MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
“Memperkuat KKR Aceh sehingga dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam mendorong rekonsiliasi, rehabilitasi, dan restitusi di antara pelaku dan korban pelanggaran HAM di Aceh merupakan manifestasi dari UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan amanat Undang-Undang Dasar,” jelas Kurniawan yang juga dosen di Fakultas Hukum Unsyiah.
Kegiatan dimaksud menghadirkan beragam narasumber dari berbagai latar belakang, seperti Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA; Prof. Dr. Hamid Sarong; Dr. Iskandar A. Gani, S.H., M.Hum; Dr. Azhari, S.H., MA., MCL; Saifuddin Bantasyam, S.H., MA; Zainal Abidin, S.H., M.Si., M.H; M. Adli Abdullah, S.H., P.h.D; Muhammad Heikal Daudy, S.H., M.H; Dr. Hasanuddin Yusuf Adan, MA, Mawardi Ismail, S.H., M.Hum; Dr. Otto Syamsuddin, Khairani, S.H., M.Hum, Hesphynosa Resfa, S.H., M.H, Suraiya Kamaruzzaman, LL.M, dan lain sebagainya.