SinarPost.com, Blangpidie – Isu kemiskinan kembali menghantam Aceh setelah BPS pada pertengahan Februari lalu merilis jumlah penduduk miskin di Aceh meningkat drastis sepanjang tahun 2020 yang menempatkan Aceh kembali jadi provinsi termiskin di Pulau Sumatera.
Isu kemiskinan ini sontak menjadi perbincangan hangat berbagai lapisan masyarakat Aceh, termasuk Jakarta. Bahkan para pengkritik Pemerintah Aceh merespon dengan mengirim papan bunga ucapan “Selamat Termiskin” ke Gubernur Aceh sebagai bentuk sidiran.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Aceh, Abdullah Puteh mengaku miris dengan angka kemiskinan Aceh hari ini. Menurutnya posisi Aceh sebagai provinsi termiskin di Sumatera sangat ironi karena pada saat bersamaan Aceh memiliki postur APBA yang cukup besar.
“Tentu saja isu kemiskinan ini menjadi ironi bagi kita masyarakat Aceh. Kita Aceh diketahui orang luar salah satu provinsi yang memiliki APBD cukup besar, tapi pada saat yang sama kita termiskin di Sumatera. Ini sangat miris sekali,” ujar Abdullah Puteh saat dimintai tanggapan media ini di Blangpidie, Rabu (24/2/2021).
Abdullah Puteh tak bisa memungkiri bahwa Aceh dalam 15 tahun terakhir telah mendapat perhatian cukup besar dari Pemerintah Pusat, terutama dalam hal anggaran untuk mendukung percepatan pembangunan Aceh pasca tsunami dan konflik.
Pusat, kata Bang Lah – sapaan akrab Abdullah Puteh – telah memberikan Aceh sesuatu yang tidak dimiliki daerah lain seperti partai lokal hingga dana Otsus yang besar. Namun di sisi lain Aceh sangat lamban dalam hal peningkatan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Terkait hal ini, Abdullah Puteh melihat ada sesuatu yang salah dalam penganggaran yang dilakukan Pemerintah Aceh dan juga kabupaten/kota.
“Pemerintah pusat telah memberikan sesuatu yang sangat luar biasa Untuk Aceh, ada partai lokal diberikan serta anggaran dana otonomi khusus. Namun dalam upaya pengentasan kemiskinan sejak 15 tahun yang lalu itu kita sangat lambat, sedikit sekali persentase yang turun,” ucap Puteh.
Menurut saya, yang harus dilakukan Pemerintah Aceh mulai sekarang dan tahun-tahun selanjutnya adalah merasionalkan pos-pos anggaran serta program yang disusun. “Kita rasionalkan saja, bila anggaran yang besar tapi tidak mampu mengentaskan kemiskinan berarti ada sesuatu yang salah di situ, dalam pengelolaan anggaran, dalam penyusunan program. Ini yang harus diperbaiki lebih dulu,” saran Abdullah Puteh.
“Tentu sangat miris karena anggaran yang besar tapi kita miskin. Ibarat “tikoh lam karong pade tapi deuk”, tentu ini sangat miris sekali. Harus ada pembenahan segera,” sambung mantan Gubernur Aceh itu.
Abdullah Puteh yang kini menempati jabatan di Komite II DPD RI yang membidangi masalah ekonomi menuturkan, faktor perencanaan anggaran adalah salah satu faktor yang dominan dalam menentukan keberhasilan. Untuk itu, ia menyarankan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menyusun perencanaan anggaran yang matang.
“Kabupaten/Kota juga harus bertanggungjawab dalam pengentasan kemiskinan karena masyarakat tersebar di semua daerah, jadi harus ada kolaborasi antara provinsi dan daerah di sini,” paparnya.
Menurut saya, kalau Pemerintah Aceh benar-benar serius ingin mengentas kemiskinan, tingkatkan alokasi anggaran untuk sektor pertanian dan perikanan, sektor akonomi kreatif, dan perkecil sebisa mungkin anggaran belanja birokrasi yang gemuk tiap tahunnya.
“Yang pertama harus lihat dulu siapa kita, siapa Aceh dan siapa rakyat Aceh kan gitu. Aceh sudah terekam jelas bahwa 70% rakyatnya adalah petani dan nelayan, kalau kita sudah mengetahui bahwa 70% rakyat Aceh adalah petani harusnya Pemerintah membuka lahan persawahan, perkebunan dan tambak-tambak untuk mendongkrak penghasilan sektor pertanian. Kemudian gaet pengusaha ekspor impor untuk mengekspor hasil petani Aceh ke luar negeri langsung dari Aceh,” ungkapnya.
“Tapi yang kita lihat, Pemerintah Aceh dan juga Kabupaten/Kota masih kurang peduli dalam hal ini. Mungkin kita juga bisa bertanya, berapa lahan pertanian, perkebunan dan perikanan yang sudah dikelola BUMD Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota? Berapa sudah PAD yang didapat dari hasil ini? Kemudian berapa hektare ada penambahan lahan pertanian tiap tahunnya? Kemudian sawah warga yang bertadah hujan sudahkah tersambung aliran irigisi. Hal-hal seperti ini harusnya jadi perhatian serius Pemerintah Aceh. Amerika dan Jepang yang begitu maju teknologinya tetap menempatkan anggaran yang besar untuk sektor pertanian, masak kita Aceh yang mayoritasnya masyarakatnya petani, tapi tak peduli dengan sektor pertanian, ini lebih miris,” pungkas Abdullah Puteh.