SinarPost.com – TNI (Tentara Nasional Indonesia) adalah salah satu angkatan bersenjata terkuat di dunia, yang hari ini, Senin (5/10/2020) memperingatai Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-75. Berdasarkan rilis Gobal Fire Power (GFP) 2019, sebuah situs penyedia peringkat dan analisis kapasitas militer, pada tahun 2019 TNI menempati peringkat ke-16 sebagai yang terkuat di dunia dari daftar 137 negara. Patut dibanggakan!
Meski hari ini, seputar jumlah personil dan alutsista (alat utama sistem senjata) yang dimiliki TNI tidak asing lagi, namun taukah anda bahwa angkatan bersenjata Indonesia yang hari ini kita kenal dengan nama TNI memiliki sejarah yang cukup panjang, bahkan TNI ikut mengalami fase embargo senjata yang diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) kurun waktu 1995-2005.
Embargo senjata ini membuat TNI bukan hanya tidak bisa membeli senjata tapi juga suku cadangnya tidak didapatkan lagi, sehingga kekuatan tempur TNI kurun waktu tersebut merosot tajam karena banyak alutsista yang harus “dikandangkan”lantaran kekurangan suku cadang.
Sejarah Pembentukan
Pada awal-awal kemerdekaan, nama angkatan bersenjata Indonesia bukanlah TNI, tapi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dibentuk pada 5 Oktober 1945. Moment penting ini lah yang dijadikan Dirgahayu TNI yang diperingati setiap 5 Oktober. TKR dibentuk oleh Pemerintah Indonesia sekitar 1,5 bulan pasca Proklamasi Kemerdekaan berdasarkan maklumat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia kala itu.
TKR dibentuk dari hasil peningkatan fungsi Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang sudah ada sebelumnya dan tentara intinya diambil dari bekas PETA. Pembentukan angkatan perang ini bertujuan untuk mengatasi situasi yang mulai tidak aman, akibat kedatangan kembali tentara sekutu ke Indonesia setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Untuk memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia, Pemerintah Indonesia kemudian mengganti nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat pada tanggal 7 Januari 1946 berdasarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946. Kemudian pada 26 Januari 1946, diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).
Karena saat itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya, di samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 15 Mei 1947, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyatuan dengan nama TNI itu diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947.
Perkembangan
Pada periode 1950 hingga 1960-an, Pemerintah Indonesia berjuang untuk mempertahankan persatuan negara terhadap pemberontakan lokal dan gerakan separatis di beberapa provinsi. Dari tahun 1948 hingga 1962, TNI terlibat dalam perang lokal di Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan melawan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), sebuah gerakan militan yang bertujuan mendirikan negara Islam di Indonesia.
TNI juga membantu menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan pada tahun 1963. Tahun 1961 sampai 1963, TNI terlibat dalam operasi militer untuk pengembalian Irian Barat ke Indonesia, kemudian dari tahun 1962-1965 TNI terlibat dalam Konfrontasi Indonesia-Malaysia.
Pada periode tahun 1961-1965 Indonesia mengembangkan hubungan baik dengan Uni Soviet, sehingga Soviet memberikan 17 kapal untuk Angkatan Laut Indonesia. Kapal terbesar yang diberikan adalah kapal penjelajah kelas Sverdlov dengan bobot mati 16.640 ton. Indonesia juga memperoleh 12 kapal selam kelas Whiskey ditambah 2 kapal pendukung. Di Angkatan Udara Indonesia memiliki lebih dari seratus pesawat militer, 20 supersonik MiG-21s, 10 supersonik MiG-19, 49 MiG-17 dan 30 MiG-15.
Masa orde baru
Pada masa Orde Baru, militer di Indonesia lebih sering disebut dengan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). ABRI adalah sebuah lembaga yang terdiri dari unsur angkatan perang dan kepolisian negara (Polri). Pada masa awal Orde Baru unsur angkatan perang disebut dengan ADRI (Angkatan Darat Republik Indonesia), ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) dan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia).
Namun sejak Oktober 1971 sebutan resmi angkatan perang dikembalikan lagi menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), sehingga setiap matra disebut dengan TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara.
Dari tahun 1970 hingga tahun 1990-an militer Indonesia bekerja keras untuk menekan gerakan bersenjata di Provinsi Aceh dan Timor Timur, yang menuntuk kemerdekaan. Pada tahun 1991 terjadi Peristiwa Santa Cruz di Timor Timur yang menodai citra militer Indonesia secara internasional. Peristiwa Santa Cruz adalah penembakan terhadap ratusan pengunjuk rasa pro-kemerdekaan Timor Timur di pemakaman Santa Cruz, Dili, pada tanggal 12 November 1991, di tengah pendudukan Indonesia di Timor Leste.
Insiden ini menyebabkan Amerika Serikat (AS) menghentikan dana IMET (International Military Education and Training), yang mendukung pelatihan bagi militer Indonesia. Insiden pelanggaran HAM ini juga yang membuat AS mengembargo senjata terhadap Indonesia selama kurun waktu 1995 hingga 2005. AS menghentikan semua penjualan senjata termasuk suku cadang yang sangat diperlukan Indonesia untuk meremajakan alutsista buatan AS.
Embargo ini membuat kekuatan tempur TNI merosot tajam karena banyak alutsista yang harus digudangkanlantaran kekurangan suku cadang. Di antara alutsista yang mengalamai kemerosotan parah adalah jet tempur F-16 Fighting Falcon, dan F-5 Tiger, pesawat angkut militer C-130 Hercules. Bahkan beberapa pesawat Hawk 109-209 buatan Inggris juga tak luput dari embargo. Embargo membuat banyak pesawat TNI AU tak bisa diterbangkan meski dalam kondisi tergolong baru dan modern.
Era reformasi
Setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, gerakan demokratis dan sipil tumbuh mengganti peran militer dalam keterlibatan politik di Indonesia. Sebagai hasilnya, TNI pada masa ini telah mengalami reformasi tertentu, seperti penghapusan Dwifungsi ABRI. Reformasi ini juga melibatkan penegak hukum dalam masyarakat sipil umum, yang mempertanyakan posisi polisi Indonesia di bawah payung angkatan bersenjata.
Reformasi ini menyebabkan pemisahan kepolisian dari militer. Pada tahun 2000, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara resmi kembali berdiri sendiri dan merupakan sebuah entitas yang terpisah dari militer. Nama resmi militer Indonesia juga berubah dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menjadi kembali Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Terkait hal itu, dibentuk 3 peraturan perundang-undangan baru yaitu UU 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU no. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, dan UU 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Calon Panglima TNI saat ini harus diajukan Presiden dari Kepala Staf Angkatan untuk mendapat persetujuan DPR. Hak politik TNI pun dihilangkan serta dwifungsi ABRI dihilangkan.
Kemudian militer Indonesia melanjutkan keterlibatan dalam misi penjaga perdamaian dunia dibawah payung PBB melalui Kontingen Garuda. Setelah tahun 1999, pasukan Indonesia dikirim ke Afrika sebagai bagian dari Misi PBB di Republik Demokratik Kongo. TNI juga telah menjadi bagian dari Pasukan Sementara PBB di Lebanon, UNAMID, UNSMIS, MINUSTAH, UNISFA, UNMISS, UNMIL.
Setelah darurat militer Aceh 2003-2004 dan tsunami Aceh tahun 2004, Pemerintah Amerika Serikat emncabut embargo suku cadang untuk mendukung upaya kemanusiaan di daerah yang terkena dampak tsunami di Aceh dan Nias. Sejak itu, Angkatan Udara Indonesia telah menandatangani kesepakatan untuk membeli lebih banyak pesawat angkut C-130. Pada tanggal 22 November 2005, Amerika Serikat mengumumkan bahwa hubungan militer dengan Indonesia akan dipulihkan secara penuh.
*Diulas dari Wikipedia dan berbagai sumber.