SinarPost.com, Jakarta – Ketua DPP PKS Bidang Kesejahteraan Sosial Netty Prasetiyani meminta Pemerintah untuk merevisi SKB 3 Menteri tentang seragam sekolah dan atributnya bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah.
Netty menyebut dalam SKB 3 Menteri menegaskan hak peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan untuk memakai seragam dan atribut sesuai kekhasan agama. Namun di sisi lain menyamakan dengan orang yang tidak melaksanakan ajaran agamanya sendiri.
“Hal ini merupakan inkonsistensi upaya kebijakan penguatan karakter dengan mewujudkan Profil Pelajar Pancasila yang saat ini disosialisasikan Kemendikbud, terutama profil pertama, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia,” terang Netty dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (19/2/2021).
SKB 3 Menteri, papar dia, disinyalir merupakan respons atas kasus di SMKN 2 Padang yang mewajibkan berjilbab termasuk untuk siswi non Muslimah. Namun Keputusan Bersama 3 Menteri tentang pakaian seragam dan atribut sekolah ini memutuskan hal-hal yang melebihi batas sampai mengimbau untuk melaksanakan ajaran agama dalam berpakaian dilarang dilakukan oleh pemerintah daerah dan sekolah.
“Padahal mengajarkan, memahamkan dan mengimbau agar peserta didik menjalankan agama merupakan bagian integral dari proses pendidikan,” tegas Anggota Komisi IX DPR RI ini.
Konsekuensi larangan-larangan dalam diktum ketiga dari SKB 3 Menteri tersebut diantaranya guru agama sebagai representasi sekolah tidak boleh mengimbau muridnya agar melaksanakan ajaran agama dalam berpakaian.
“Pun demikian dengan tradisi positif di sekolah-sekolah yang sudah rutin mengimbau peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan untuk berpakaian sesuai kekhasan agama di hari jumat menjadi terlarang,” terang Netty.
Netty juga menegaskan, pemerintah menerbitkan SKB 3 Menteri yang mengatur tentang tata cara berpakaian di lingkungan sekolah tidak tepat saat proses pembelajaran saat ini dilakukan secara daring.
Netty menekankan, peraturan yang mendukung tentang seragam sekolah siswa secara teknis pun telah diatur oleh Permendikbud no. 45 tahun 2014 dengan mengacu substansi aturan pada pasal 29 ayat 2 dan 31 ayat 3 UUD 1945, dan UU Sisdiknas no. 20 tahun 2013.
“Kehadiran SKB 3 Menteri justru membuka ruang kontroversi yang tidak produktif di tengah kebutuhan sinergi berbagai elemen bangsa untuk menghadapi hal yang jelas penting seperti penanganan pandemi covid-19,” terang dia.