Pentingnya Harta Kekayaan Dalam Islam

Ilustrasi.

SINARPOST.COM | Islam adalah agama yang sangat sempurna dengan memberi tuntunan kepada umat manusia sedemikian rupa. Islam bukan hanya menekankan penganutnya untuk mengejar akhirat semata, namun juga menekankan pentingnya memiliki kekayaan harta benda. Dalam Islam, seseorang yang memiliki harta kekayaan yang apabila dipergunakan sebaik-baiknya maka akan menjadi hamba yang istimewa dengan surga menantinya. Tentu nilai ketataan kepada Allah SWT menjadi yang utama.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Na’im, yang artinya “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran”. Hadits ini memberi gambaran bagi umat Islam betapa pentingnya menjadi kaya atau hidup dengan kecukupan, hingga menggambarkan bahwa kemiskinan dekat dengan kekufuran. Miskin yang dimaksud dalam hadits ini boleh jadi ada macam, yakni kemiskinan material dan kemiskinan spiritual. Kemiskinan material adalah keadaan serba kurang dari harta benda duniawi. Sedangkan kemiskinan spiritual adalah terkait dengan kurangnya akan iman dan jiwa seseorang.

Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW juga memberi penekanan bahwa “Kaya itu bukanlah lantaran banyak harta. Tetapi, kaya itu adalah kaya jiwa.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas mengingatkan kepada kita bahwa orang yang kaya harta bisa saja ia sesugguhnya adalah orang miskin disebabkan karena lemahnya jiwa atau iman. Orang seperti ini disebut orang miskin spiritual. Miskin spiritual bisa sama bahayanya dengan miskin material. Tidak jarang kita jumpai beberapa orang kaya enggan mengeluarkan zakat dan sedekahnya karena jiwa atau hatinya memang miskin. Mereka sesungguhya telah kufur atau ingkar dari perintah Allah. 

Kaya Harta

Dalam tulisan ini, redaksi Sinarpost.com mencoba memberi penekanannya akan pentinya memiliki kekayaan material. Bukan bermaksud mengesampingkan urgensitas kekayaan spiritual, namun hanya sebagai informasi bahwa Islam juga menitikberatkan seorang Muslim akan pentingnya memiliki kekayaan harta benda, dan rendahnya derajat miskin yang tidak mampum menjaga titathnya sebagai muslim sejati.

Kebanyakan orang bersepakat bahwa harta kekayaan itu amat penting untuk menopang kehidupan sehari-hari. Tanpa memiliki harta yang cukup, orang tidak bisa membiayai kehidupannya. Sehari saja tidak ada beras, oleh karena tidak mampu membeli, maka orang akan kelaparan. Tanpa gizi yang cukup, oleh karena miskin, maka orang akan berpenyakit kurangnya gizi atau gizi buruk. Tentu hal ini akan berimbas pada produktifitas umat Islam baik dari sisi kecerdasan emosional dan spiritual maupun keturunannya. Tanpa memiliki harta yang cukup, orang juga tidak bisa membangun rumah yang pantas, membiayai sekolah anak-anaknya, membeli pakaian, termasuk untuk menjalankan shalat, dan juga tidak bisa bersedekah.

Dari sini, kaya harta tentu memiliki korelasi terhadap kaya spiritual seseorang, dimana apabila seseorang mampu memaksimalkan harta kekayaannya sebagaimana yang diperintah agama, maka dia akan mudah dalam mengatur waktunya untuk berubudiyah kepada Allah SWT. Anak-anaknya pun dapat dengan mudah di didik menjadi generasi yang cerdas untuk agama dan bangsa.

Prof Dr. Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih populer dikenal dengan sebutan Buya Hamka, dalam bukunya ‘Tasauf Modern’ menganalogikan orang fakir lagi miskin yang hendak mencapai suatu maksud, adalah laksana seorang pemburu yang pergi ke hutan lebat tetapi tidak membawa senjata. Tentu saja upaya perburuannya akan terhenti di tengah jalan meski yang hendak diburu lewat didepan mukanya. Banyak juga orang yang suci hatinya bermaksud hendak berbuat baik menolong orang lain, namun terhalang lantaran harus mengutamakan kebutuhan keluarganya terlebih dahulu. Bahkan dia harus berfikir, dimana harus mencari uang untuk membeli beras besok.

Intinya menjadi kaya itu jauh lebih berharga ketimbang hidup miskin. Miskin sangat identik dengan kebodohan. Orang miskin dan bodoh tentu akan dianggap rendah oleh orang lain, apalagi oleh pemeluk agama lain (bukan Islam). Itulah sebabnya menjadi kaya dengan cara mencari harta dengan benar adalah sangat dianjurkan terhadap kaum muslimin.

Meski kekayaan bukanlah tolak ukur menjadi lebih baik dari sudut pandang agama, namun kemiskinan juga belum tentu akan menjadi hamba yang lebih taat kepada Allah SWT. Realitas sosial yang kerap kita jumpai, banyak orang yang melakukan maksiat karena alasan terjepit ekonomi. Orang menjual diri karena alasan menafkahi kelurga, orang mecuri karena alasan desakan ekonomi, dan lain sebagainya. Banyak alasan lain orang melakukan kesalahan dengan alasan ekonomi, seakan desakan ekonomi membuat perbuatan maksiat menjadi halal. Wallahualam!!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *