SINARPOST.COM, KORUT – Korea Utara (Korut) dilaporkan telah menembak dua rudal dari titik peluncuran di Semenanjung Hodo, bagian timur negara itu. Proyektil yang diluncurkan negara Komunis tersebut diyakini sebagai rudal balistik jarak pendek. Peluncuran berlangsung Rabu pagi dini hari.
Demikian kata Kepala Staf Gabungan Militer Korea Selatan (Korsel), seperti diberitakan Russia Today, Rabu (31/7/2019) mengutil Yonhap.
Kepala Staf Gabungan Korsel menyebut bahwa rudal itu ditembakkan dalam kurun waktu 20 menit di daerah Wonson. “Keduanya terbang sekitar 250 kilometer di ketinggian 30 kilometer sebelum jatuh ke laut,” sebutnya.
Rudal yang ditembakkan Korea Utara tersebut awalnya dilaporkan dari jenis baru yang belum pernah dikerahkan Korea Utara, namun seorang pejabat militer Korea Selatan kemudian mengatakan bahwa proyektil itu tampaknya mirip dengan yang diluncurkan Pyongyang pekan lalu. Militer Korea Selatan sekarang sedang mempelajari jalur penerbangan untuk mengidentifikasinya.
Pihak berwenang di Seoul telah mengadakan pertemuan Dewan Keamanan Nasional (NSC) untuk menyelidiki peluncuran tersebut. Kantor Kepala Staf Gabungan Korsel mengatakan bahwa militer siap mempertahankan negaranya jika ada peluncuran lebih lanjut dari tetangganya itu.
Minggu lalu Pyongyang juga melakukan uji coba beberapa rudal balistik jarak pendek. Korea Utara menyebutnya sebagai “senjata pemandu taktis tipe baru,” yang mampu terbang sejauh 430 kilometer sebelum jatuh ke Laut Jepang. Rangkaian uji coba rudal Korea Utara tersebut mengakhiri penghentian uji coba selama dua tahun.
Sementara itu militer AS telah membunyikan alarm atas rudal-rudal Korut tersebut, namun Presiden AS Donald Trump menepisnya dengan menyebut “beberapa senjata kecil” yang mungkin hanya mengganggu rakyatnya, bukan AS.
Sebelumnya Presiden AS Donal Trump telah melakukan dua kali pembicaraan dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un terkait denuklirisasi di Semenanjung Korea. Namun pembicaraan tersebut mengalami jalan buntu setelah Pyongyang menolak untuk menyerahkan program nuklirnya sebelum Washington mencabut sanksi ekonominya. AS sendiri bersikeras bahwa denuklirisasi harus didahulukan baru pencabutan sanksi.