Foto: Aryos Nivada, Dosen Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (USK).
SinarPost.com, Banda Aceh – Baru-baru ini Lembaga Institute for Statistic and Socio Ecological Evelopment (ISSED) mengumumkan hasil survei elektabilitas calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banda Aceh.
Lembaga tersebut menyatakan bahwa pasangan calon nomor urut 01, Illiza Sa’aduddin Djamal dan Afdhal Khalilullah unggul dari tiga pasangan lainnya.
Saat membaca rilis ISSED, Aryos Nivada, Dosen Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (USK) menemukan beberapa informasi yang cukup menarik dan menimbulkan pertanyaan.
Pertama, kata dia, mengenai populasi dan sampel. Dalam release tersebut ISSED menyatakan jumlah sampel sebanyak 900 responden dari 9 desa di 9 kecamatan. Pernyataan ini tidak disertai dengan informasi tata cara memiliih sebuah desa sebagai representasi pemilih di sebuah kecamatan.
“Memang jumlah desa di Banda Aceh tidak banyak dan hanya 90 desa saja, namun perlu dipahami bahwa Banda Aceh adalah sebuah kota yang padat penduduk dan sangat heterogen sehingga perilaku dan pilihan penduduknya sangat berwarna, hal ini membuat pengambilan sebuah desa untuk mewakili pendapat penduduk di sebuah kecamatan menimbulkan pertanyaan alasan apa yang digunakan oleh ISSED untuk menjustifikasi hal tersebut,” ujar Aryos.
Menurutnya, tanpa ada penjelasan mengenai alasan tersebut membuat kesahihan hasil survei ini layak untuk dipertanyakan.
Kedua, sambungnya, jika membandingkan dengan hasil pemilu legislatif lalu, dimana ada 3 paslon yang maju menggunakan jalur dukungan partai politik dan 1 paslon dari jalur independen.
Paslon 01 (Illiza-Afdhal) didukung oleh gabungan partai yang memiliki 9 kursi di DPR Kota Banda Aceh yaitu Gerindra memiliki 4 kursi, Golkar (3 kursi) dan PPP (2 kursi). Paslon 02 (Aminullah-Isnaini) maju dengan dukungan 11 kursi yaitu PAN (5 kursi), Demokrat (5 kursi) dan PKB (1 kursi).
Lalu paslon 03 (Zainal-Mulia Rahman) maju dari jalur independen. Terakhir paslon 04 yaitu T. Irwan Djohan dan Khairul Amal maju dengan dukungan 10 kursi melalui Nasdem (5 kursi) dan PKS (5 kursi).
“Peta hasil legislatif ini menunjukkan sebaran dukungan masyarakat terhadap partai tersebar merata di seluruh pelosok Banda Aceh,” kata Direktur Lingkar Sindikasi itu.
Ia menyampaikan memang dukungan terhadap calon legislatif relatif berbeda dengan pilkada, namun peta hasil pemilu legislatif mencerminkan heterogenitas pilihan politik penduduk Kota Banda Aceh.
“Jika dikaitkan dengan jumlah desa yang dijadikan sampel yang hanya berjumlah 9 desa, lalu hasil elektabilitas yang mencolok pada Paslon 01 menimbulkan pertanyaan mengenai daerah sampel. Apakah tanpa sengaja pemilihan 9 desa survei memiliki irisan yang besar dengan desa yang menjadi lumbung suara Paslon 01,” ujarnya.
Pertanyaan ketiga, survei tersebut menggunakan metode crosstab dalam analisa hasil survei. Metode crosstab secara umum memang sering digunakan untuk menganalisis hasil survei terutama riset pasar. Crosstab cukup mumpuni untuk analisis kuantitatif mengenai hubungan antara 2 variabel atau lebih.
Dalam survei ISSED, kata Aryos, terlihat mereka mencoba menghubungkan preferensi pemilih terhadap 2 karaktestik paslon yaitu “Agamis” dan “bebas korupsi, kolusi, nepotisme (berintegritas)”. Lalu dari ISSED mengarahkan pilihan “Agamis” kepada Paslon 01 melalui pernyataan “24,68 persen penduduk Kota Banda Aceh menginginkan sosok calon pemimpin yang agamis” dan Illiza-Afdhal memenuhi kriteria tersebut.
“Hal ini menimbulkan pertanyaan besar yaitu apakah paslon lain tidak agamis? Bukankah calon lain seperti Aminullah dan Zainal Arifin dikenal sebagai tokoh PAN yang punya irisan besar dengan organisasi keagamaan Muhammadiyah?. Belum lagi wakil Zainal Arifin yang terlihat lebih kental nuansa agamis,” imbuhnya.
Ia menyebutkan kalau Khairul Amal merupakan tokoh PKS yang sangat tegas dalam melaksanakan Syariat Islam? Lalu mengapa ISSED seperti berkesimpulan bahwa paslon yang Islami hanya Illiza-Afdhal? ISSED perlu menjelaskan hal ini kepada publik.
“Jika ISSED tidak menjelaskan ketiga hal ini, tidak heran jika hasil survei mereka akan dipandang sebagai survei yang partisan dan memihak pada calon tertentu,” demikian pungkas Aryos Nivada.