SinarPost.com, Banda Aceh – Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) saat ini tengah menggodok Rancangan Qanun Aceh tentang Bahasa Aceh. Untuk memperkuat materi rancangan Qanun tersebut, Komisi VI DPRA melakukan studi banding ke Yogyakarta, Selasa (29/3/20022).
Seperti diketahui, Yogyakarta merupakan salah satu provinsi yang mendapat predikat keistimewaan dari pemerintah Indonesia, bersama Aceh, Papua, dan DKI Jakarta. Yogyakarta juga dikenal sebagai daerah yang kental dengan nuansa kedaerahan.
Tim Komisi VI DPR Aceh yang hadir adalah Irawan Abdullah, Mawardi, TR Keumangan, Ilham Akbar, Nurlelawati, dan Jauhari Amin. Mereka didampingi oleh Staf Komisi VI DPR Aceh.
Rombongan ini disambut langsung oleh Wakil Gubernur Provinsi DI Yogyakarta Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Paku Alam X dan didampingi oleh SKPD Pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta, Biro Hukum, Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Balai Bahasa Provinsi Yogyakarta.
Ketua Komisi VI DPRA, Irawan Abdullah mengatakan, studi banding tersebut untuk mendapat bahan materi yang mungkin dapat diadopsi dari Yogyakarta dalam penyusunan Rancangan Qanun Aceh tentang Bahasa Daerah.
“Saya sebagai pimpinan rombongan diminta langsung berjumpa Pak Wagub DIY Sri Paduka Paku Alam X lama duduk berbincang dengan beliau dalam ruang tunggu bersama ibu kepala Balai Bahasa DIY. Sambil menunggu kapan diajak masuk berjumpa dengan Pak Wagub, ketika tiba waktu Pertemuan Kami diarahkan oleh protokoler masuk ruangan, dan ternyata yang duduk dengan kami tadi adalah KGPAA Paku Alam X, cukup sederhana tampa ada lalu lalang ADC atau petugas lainnya begitu merakyat seolah hanya pejabat biasa,” kata Ustaz Irawan dalam keterangannya yang diposting di laman Facebook komisi VI DPRA.
“Banyak hal yang kami dapat dalam konteks keistimewaan Jogja, penguatan budaya hampir dalam semua sektor kehidupan masyarakat, khusus bahasa Jawa wajib diajarkan 2 jam dalam seminggu dari tingkat SD s.d SMA, ada hari berbaju budaya setiap 35 hari sekali. Para petugas wisata harus memakai baju/batik jawa,” sebut Ketua Komisi VI DPR Aceh itu.
Dikatakan Irawan, Yogyakarta punya Perda No 2 tahun 2021 tentang Bahasa yang merupakan inisiatif DPRD. Oleh karenanya, kata dia, jangan heran kalau di Jogja, di Bandara, stasiun kereta api, pasti menggunakan bahasa Jawa dalam memberikan pengumuman, bahkan mereka juga mengadakan kongres bahasa Jawa setiap 5 tahun sekali.
“Bagaimana dengan BAHASA ACEH ? Mari kita berupaya memulai niat mulia ini supaya dapat menjaga bahasa Aceh yang merupakan khazanah peninggalan indatu kita,” pungkas Irawan, mengacu pada Rancangan Qanun Bahasa Daerah yang tengah digodok Komisi VI. (*)