Foto: Bendera nasional Ukraina dan Georgia dipajang untuk dijual di Tbilisi, Georgia pada 3 Maret 2022. [AP]
SinarPost.com, Georgia – Ukraina tampaknya kian gelisah setelah NATO menolak keras permintaan mengirim jet tempur dan penerapan zona larangan terbang untuk menghalau serangan Rusia yang telah berlangsung satu bulan lebih.
Setelah NATO menolak untuk terlibat langsung dalam perang melawan Rusia, kini Ukraina mulai memancing di air keruh dengan memprovokasi negara pecahan Uni Soviet lainnya yang pernah terlibat perang dengan Rusia. Dalam hal ini, Ukraina mengajak Georgia untuk melakukan aksi balasan dengan menyerang Rusia.
Ajakan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, Alexey Danilov untuk pembukaan“front (militer) kedua”melawan Rusia. Seruan ajakan perang ini disampaikan Danilov saat tampil langsung di stasiun TV 1+1 Kiev pada Sabtu malam lalu.
Pejabat senior Ukraina itu mengatakan bahwa, jika konflik baru pecah antara Rusia dan pihak ketiga, skenario ini akan memberikan“dukungan berkualitas”ke Ukraina dalam mencoba menangkis serangan militer Moskow yang sedang berlangsung.
Georgia bisa menjadi salah satu pihak tersebut, saran Danilov, yang mengkritik sikap netral yang diambil oleh Georgia yang pernah terlibat perang singkat dengan Rusia pada tahun 2008. Pemimpin Georgia sendiri telah abstain dari menjatuhkan sanksi anti-Rusia, dengan alasan bahwa langkah seperti itu hanya akan merugikan negaranya, merusak perekonomian mereka.
“Georgia berperilaku sangat tidak tepat, secara halus,”kata pejabat Ukraina itu, yang meminta pemerintah Georgia untuk mencoba mengembalikan wilayahnya yang mengacu pada Ossetia Selatan dan Abkhazia, yang memisahkan diri dari Tbilisi pada 1990-an dan diakui sebagai independen oleh Rusia.
“Ini pasti akan membantu kita, karena itu akan membuat mereka (Rusia) sibuk dengan sesuatu selain menghancurkan kota dan desa kita, membunuh anak-anak dan wanita kita,” kata Danilov menggambarkan fokus militer Rusia akan jika Georgia melakukan aksi balasan menyerang Rusia.
Namun ajakan pejabat tinggi Ukraina tersebut ditolak mentah oleh Georgia. Negara yang pernah merasakan pil pahit saat terlibat perang singkat dengan Rusia pada tahun 2008, tak ingin mengulang hal yang sama. Banyak politisi Georgia dengan tegas menolak gagasan semacam itu.
Seorang anggota parlemen dari partai Georgian Dream yang berkuasa dan kepala komite urusan luar negeri parlemen Georgia, Nikoloz Samharadze, bahkan menyatakan keraguan bahwa pernyataan seperti itu dapat dibuat oleh pejabat senior itu.
“Saya harap ini bohong. Apakah Sekretaris Dewan Keamanan Ukraina meminta Georgia dan lainnya untuk meninggalkan kebijakan pemulihan damai integritas teritorial mereka, membuka front kedua untuk menghancurkan kota dan desa kita, sehingga perempuan dan anak-anak Georgia juga mati? Apakah ini benar?” Samkharadze bertanya-tanya dalam sebuah posting media sosial.
Sentimen serupa diungkapkan oleh anggota parlemen lain dari Partai Mimpi Georgia, Mikhail Sardzhveladze, yang mengatakan bahwa memicu lebih banyak konflik “tidak akan membantu atau melegakan Ukraina”
[Sumber : Russia Today]