SinarPost.com, Turki – Juru Bicara Kepresidenan Turki, Ibrahim Kalin memperingatkan agar tidak mengisolasi Moskow, dengan menyatakan bahwa Rusia “harus didengar dengan satu atau lain cara.” Pejabat tersebut membuat pernyataan pada Minggu (27/3/2022) selama sesi pembukaan Forum Doha.
“Jika semua orang membakar jembatan dengan Rusia, lalu siapa yang akan berbicara dengan mereka, pada akhirnya?” tanya Kalin.
Meski pada saat yang sama, dia mendesak para pemimpin internasional untuk mendukung Ukraina dengan segala cara yang mungkin agar Ukraina dapat mempertahankan diri dari serangan Rusia, namun dia menggarisbawahi posisi Rusia tetap harus dipertimbangkan.
“Kasus Rusia harus didengar, dengan satu atau lain cara,” kata Kalin, menegaskan.
Turki yang merupakan salah satu Anggota NATO telah berusaha untuk mengambil sikap netral dalam konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina dan konon berusaha untuk bertindak sebagai mediator antara Moskow dan Kiev. Tidak seperti anggota lain dari blok pimpinan AS, Ankara telah menolak untuk menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia dan terus membuka saluran diplomatiknya dengan kedua belah pihak.
Turki secara eksplisit juga menolak untuk memasok sistem rudal anti-pesawat S-400 buatan Rusia untuk menopang militer Ukraina. Meski Washington mengisyaratkan untuk kembali membuka saluran memasok jet tempur F-35 dan sistem anti-pesawat buatan Amerika sebagaimana banyak dilaporkan oleh media barat, namun pejabat tinggi Turki mengatakan langkah itu tidak ada di atas meja.
“Ini adalah kesepakatan yang dilakukan untuk kami. Mereka adalah milik kami, melayani pertahanan kami, jadi ini sudah berakhir,” tegas Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan awal pekan lalu.
Ankara telah menutup selat Laut Turki, yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Tengah dan Laut Aegea, dengan mengutip ketentuan Konvensi Montreux 1936. Berdasarkan perjanjian tersebut, ia dapat menutup selat bagi kapal-kapal militer negara mana pun dalam keadaan perang, serta ketika ia merasa dirinya akan segera diserang. Namun, baik Rusia maupun Ukraina tidak secara resmi menyatakan perang.
Rusia melancarkan serangannya terhadap Ukraina pada 24 Februari, menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan ketentuan perjanjian Minsk, dan akhirnya pengakuan Rusia atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Rusia kini menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan juga membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik yang memisahkan diri dengan paksa.
[Sumber : Rusia Today]