SinarPost.com, Aceh Jaya – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Advokasi dan Keadilan Aceh (YLBH-AKA) menilai Pemerintah Aceh Jaya tidak memiliki niat baik untuk mendukung program Pemerintah Pusat dalam memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19, dan program Pemerintah Aceh dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Aceh (PAD).
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif YLBH-AKA Distrik Aceh Jaya, Rahmat Fuadi, Sabtu (26/3/2022) menyikapi pelaksanaan pelatihan keterampilan berupa pembuatan pupuk organik padat cair dan tata boga di Medan, Sumatera Utara. Kegiatan ini memeras Dana Desa dimana setiap desa yang mengirim perwakilannya harus menyetor anggaran sebesar Rp25 juta.
Kegiatan “menghamburkan uang desa” yang dikemas melalui pelatihan keterampilan masyarakat desa itu digelar Pemkab Aceh Jaya melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana (DPMPKB) di Kota Medan Sumatera Utara selama satu Minggu, sejak Selasa 22 s.d Sabtu 26 Maret 2022.
“Mirisnya lagi, kegiatan yang dilaksanakan secara bergelombang ini mewajibkan setiap keuchik (kepala desa) menyetor uang senilai Rp25 juta yang bersumber dari dana desa untuk delegasi 2 orang tiap-tiap desa,” sesal Rahmat Fuadi.
Kegiatan seperti ini, menurut Rahmat sangat bertentangan dengan semangat Pemerintah Pusat dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19, dan program Pemerintah Aceh yang tengah gencar-gencarnya mendatangkan program dari luar untuk meningkatkan peredaran uang dan Pendapatan Asli Aceh (PAD).
“Nah, jika melihat pelatihan ini sangat bertentangan dengan anjuran Presiden Jokowi yang melarang melakukan mudik pada saat lebaran, kecuali sudah suntik vaksin 3 (booster), pertanyaannya adalah apakah semua peserta sudah suntik vaksin booster? Kalau tidak ada, maka ini salah satu program yang menentang anjuran presiden,” kata Rahmat.
Begitupun Pemerintah Aceh selalu mengharuskan agar kegiatan-kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah agar dilaksanakan di Aceh. Bukan justeru menghabiskan uang desa ke daerah lain.
“Tujuannya adalah agar kita tidak mengantarkan uang Aceh ke luar. Sementara kegiatan ini malah sebaliknya. Pertanyaannya adalah, kenapa kegiatan yang menggunakan uang Aceh dilakukan di Medan? Ini aneh,” protes Rahmat.
Pelatihan yang dibuat ke Medan itu, cela Rahmat, seakan di Aceh tidak ada yang bisa menjadi pemateri dari kegiatan tersebut. Seharusnya pihak pelaksana mendatangkan pemateri dari luar ke Aceh bukan malah sebaliknya, menghabiskan uang desa dalam jumlah besar ke Medan.
“Jika kita kaji lebih dalam lagi, apakah di seluruh Aceh ini tidak punya kemampuan untuk melatih masyarakat Aceh Jaya untuk kegiatan tata boga ini? Sebodoh itukah orang Aceh?” tanya Rahmat.
Untuk itu, Rahmat meminta aparat penegak untuk menyelidiki alasan Pemerintah Aceh Jaya melakukan kegiatan menggunakan dana desa ke Medan.
“Seharusnya Pemkab Aceh Jaya punya tanggung jawab moral terkait dengan pembangunan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat Aceh Jaya. Mestinya, jika memang pelatihan itu dinilai penting lakukanlah di Aceh, jika memang tidak begitu penting dapat digunakan untuk pembangunan gampong, bukan malah dibawa ke Medan,” saran Rahmat.