SinarPost.com, Banda Aceh – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Farid Nyak Umar sangat menyayangkan jika program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) dihapuskan, mengingat JKA merupakan program unggulan Aceh dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kesehatan yang baik dan prima bagi masyarakat Aceh.
Hal itu disampaikan Farid Nyak Umar setelah menerima masukan-masukan warga Kota Banda Aceh baik secara langsung ke DPRK Banda Aceh maupun melalui media sosial.
Farid mengatakan, kebermanfaatan program JKA hari ini sangat dirasakan oleh masyarakat Banda Aceh dan Aceh secara luas, selama program JKA berjalan masyarakat mendapatkan kesempatan yang sama untuk berobat.
“Justru sejumlah warga Aceh bisa berobat dengan status pasien JKA dapat dirujuk ke rumah sakit ternama di kota lain seperti Medan dan Jakarta,” ungkap Farid Nyak Ukar, Kamis (17/3/2022).
Meskipun, hasil evaluasi yang dilakukan DPRK selama ini, program JKA masih ditemukan kekurangan seperti masalah data peserta JKA, pelayanan yang jauh dari harapan, bukan berarti program JKA harus dihentikan.
Lebih lanjut, Farid mengatakan kekurangan-kekurangan harus diperbaiki, dan itu menjadi tanggung jawab Pemerintah Aceh selaku pemilik program untuk mengingatkan dan menekan pihak BPJS untuk memberikan pelayanan terbaik.
“Ibarat rumoh yang buco ubong, nyan yang ta perbaiki bek tajak peu anco rumoh, that na teuh, (Ibarat rumah bocor yang atap, itu yang harus diperbaiki, jangan dihancurkan rumahnya),” kata Farid mengibaratkan dalam bahasa Aceh yang kental.
Kemudian, Program JKA lanjut Farid seharusnya ditingkatkan kualitas pelayanannya, dari yang sudah baik menjadi lebih baik, dipermudah prosesnya, ditingkatkan fasilitasnya, tertib dan lancar proses klaimnya, sehingga JKA menjadi jamninan kesehatan yang benar-benar paripurna dan terbaik.
Politisi PKS ini menilai, keterbatasan anggaran bukanlah menjadi dalih dan alasan yang logis sehingga JKA itu dihentikan. Seharusnya penyediaan anggaran harus menjadi prioritas dibandingkan pemenuhan kebutuhan lainnya, mengingat anggaran JKA merupakan bagian dari pemenuhan hajat hidup orang banyak.
Belum lagi, kata Farid, saban tahun Provinsi Aceh selalu menyisakan anggaran yang tidak mampu terserap dengan baik, selalu saja ada SiLPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) dengan angka yang besar.
“Menurut hemat kami penganggaran untuk JKA jauh lebih baik daripada penganggaran untuk kebutuhan lain yang nyatanya juga selalu terjadi SiLPA,” kata Farid.
Farid juga menilai, JKA merupakan kebanggaan masyarakat Aceh, dengan JKA Aceh lebih unggul dari provinsi lain dalam pelayanan kesehatan. JKA mendapat apresiasi bukan hanya dari masyarakat tapi juga dari pemerintah pusat, dan Kemendagri juga tidak pernah mencoret penempatan anggaran JKA dalam APBA. Semua itu menunjukkan bahwa JKA adalah program yang memberikan manfaat dan tidak bertentangan dengan aturan, lantas mengapa dihilangkan?.
“Justru warga luar Aceh merasa iri dengan masyarakat Aceh karena ada Program JKA, sehingga memperoleh banyak manfaat dalam pelayanan kesehatan,” ujar Farid.
Jika Pemerintah Aceh menghentikan program JKA kata Farid, hal tersebut akan berdampak buruk bagi masyarakat Aceh. Maka dapat diprediksikan akan semakin banyak orang hidup sederhana atau mampu akan menjadi miskin jika sakit. Apalagi ketika ada yang sakit adapula yang menunggak pembayaran iuran. Yang pada akhirnya pasien harus menanggung biaya pengobatan sendiri.
“Untuk penyakit tertentu dengan penanganan operasi malah memakan biaya puluhan juta,” katanya.
Farid menyebutkan, dari 5,3 juta pendudukan Aceh, sebanyak 2.111.095 jiwa premi kesehatannya ditanggung melalui JKN dari masyarakat miskin. Sedangkan 878.728 jiwa masuk segmen JKN PNS-TNI. Artinya hanya sisanya saja yang ditanggung oleh Pemerintah Aceh. Kehidupan 2,2 juta masyarat Aceh akan terancam dengan hidup susah.
Khusus untuk Kota Banda Aceh dari jumlah penduduk 253.198 jiwa, yang mendapatkan fasilitas JKA selama ini sebanyak 98.592 jiwa.
“Saya berharap Gubernur Aceh dan DPRA untuk meninjau ulang terkait penghapusan program JKA. JKA adalah warisan yang harus dirawat, disempurnakan dan diteruskan oleh siapapun yang menjadi pemimpin di Provinsi Aceh ini,” pungkas Farid yang juga Ketua DPD PKS Kota Banda Aceh.