SinarPost.com, Banda Aceh – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Khairil Syahrial mengatakan, keberadaan Qanun Pertambangan Rakyat atau Qanun Pertambangan Minyak dan Gas Alam Rakyat Aceh sudah sangat mendesak. Karena Komisi III DPRA terus memperjuangkan lahirnya Qanun tersebut.
Keberadaan Qanun Pertambangan Minyak dan Gas Alam Rakyat yang menurut penilaian Khairil sudah mendesak, karena mengacu pada beberapa pertimbangan. Salah satunya terkait insiden meledaknya sumur minyak tradisional di Gampong Mata Ie, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, pada Jumat (11/3/2022) lalu.
Peristiwa meledaknya sumur minyak tersebut seakan mengulang tragedi 2018 dimana saat itu ledakan yang lebih parah melanda lokasi ilegal drilling di Kecamatan Ranto Peureulak. Hanya saja kejadian sebelumnya terjadi di Gampong Pasir Putih dengan korban jiwa sebanyak 21 orang.
Sementara peristiwa meledaknya sumur minyak di Desa Mata Ie pada Jumat (11/3/2022) malam hanya menelan tiga korban, dimana satu orang atas nama Safrizal (32) meninggal dunia saat dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA) Banda Aceh. Sedangkan dua korban lainnya, Junaidi (37) dan Baihaqi (36) yang mengalami luka bakar serius juga meninggal dunia saat dalam penangan medis di RSUZA.
Menurut Ketua Komisi III DPRA, dengan adanya Qanun Pertambangan Minyak dan Gas Alam Rakyat, insiden seperti itu tidak akan terulang. Karena dalam qanun itu nantinya akan mengatur segala regulasi tentang pertambangan mandiri yang dilakukan oleh masyarakat.
“Selama ini pertambangan itu dilakukan dengan cara ilegal, masyarakat pun tidak dibekali dengan teknik atau tata cara sesuai dengan ilmu pertambangan. Tentunya dalam draf qanun ini akan mengatur teknis bagi hasil, kemudian teknis cara pengambilan, kemudian teknis kemanan atau safety, supaya masyarakat selamat tanpa insiden,” kata Khairil, sebagaimana dilansir Serambinews.com, Selasa (15/3/2022).
“Nah, selama ini kan masyarakat tidak dibekali, karena itu dianggap ilegal, makanya kita melihat Qanun Migas Rakyat Aceh ini sangat mendesak,” sambung Ketua Komisi III DPR Aceh itu.
Dalam keterangannya kepada Serambi, Khairil mengatakan bahwa draf rancangan qanun dimaksud masih dipelajari oleh Pemerintah Aceh sebelum dibawa ke Jakarta. “Saat ini dalam pembahasan per tahap, karena ini qanun inisiatif Komisi III DPRA, tentunya perlu keseimbangan dari Pemerintah Aceh. Jadi kami minta pemerintah untuk membaca dan mempelajari qanun ini, kami meminta pendapat pemerintah terhadap qanun ini,” katanya.
Khairil mengatakan, keberadaan qanun ini sangat mendesak dan sangat diperlukan sebagai upaya Pemerintah Aceh untuk mengantisipasi insiden yang sama di kemudian hari. Semua regulasi yang sudah diatur dalam qanun demi kepentingan kesejahteraan masyarakat Aceh melalui hasil alam yang ada di Aceh.
“Qanun tersebut mengatur berbagai regulasi terkait pertambangan rakyat, supaya pertambangan rakyat itu bisa legal, agar masyarakat bisa menggunakan hasil alam untuk kesejahteraan, mengambil hasil alam yang ada di Aceh, supaya bermanfaat untuk kepentingan rakyat,” demikian pungkas Khairil sebagaimana dikutip dari Serambinews.com, menarasikan pentingnya keberadaan Qanun Pertambangan Minyak dan Gas Alam Rakyat Aceh. (*)