Foto: Ketua DPR Aceh Dahlan Jamaluddin yang didampingi Ketua Komisi I Tgk Muhammad Yunus melakukan foto bersama usai menerima kunjungan tim pengkajian dan pembinaan pelaksanaan MoU Helsinki Lembaga Wali Nanggroe (LWN), Senin (7/3/2022).
SinarPost.com, Banda Aceh – Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam hal ini Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin menerima kunjungan tim pengkajian dan pembinaan pelaksanaan MoU Helsinki Lembaga Wali Nanggroe (LWN). Pertemuan berlangsung di ruang Ketua DPRA, Senin (7/3/2022).
Pertemuan antara tim pengkajian dan pembinaan MoU Helsinki yang dibentuk Lembaga Wali Nanggroe dengan pimpinan DPR Aceh tersebut dalam rangka mendiskusikan hasil kajian dan penelitian terhadap pasal-pasal Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan butir-butir MoU Helsinki yang hingga 16 tahun perdamaian masih banyak terkendala implementasinya.
Ketua DPR Aceh, Dahlan Jamaluddin yang didampingi Ketua Komisi I Tgk. Muhammad Yunus menyatakan sikapnya untuk sangat berhati-hati dalam wacana revisi UUPA. “Kita harus hati-hati. Kalaupun terjadi revisi, itu bukanlah revisi, melainkan optimalisasi,” kata Dahlan.
Politisi Partai Aceh (PA) itu mengusulkan agar dibangun konsolidasi untuk melahirkan sebuah proposal politik, sehingga yang diajukan ke Pemerintah Pusat merupakan satu proposal berdasarkan kesepakatan seluruh elemen masyarakat di Aceh.
“Semua silahkan berargumentasi, memberikan solusi. Tetapi nanti akan kita rumuskan menjadi suatu rumusan proposal Aceh, bahwa ini maunya Aceh. Bahkan kami (DPRA) merencanakan untuk memparipurnakan proposal tersebut,” kata Dahlan Jamaluddin.
Tim pengkajian dan pembinaan MoU Helsinki Lembaga Wali Nanggroe sendiri hadir dalam pertemuan dengan pimpinan DPR Aceh tesebut antara lain Ketua Tim Kamaruddin Abu Bakar (unsur Komite Peralihan Aceh/KPA), Wakil Ketua Muhammad Raviq, (Staf Khusus Wali Nanggroe), Sekretaris Zainal Abidin (Universitas Syiah Kuala), dan para anggota tim lainnya.
Dalam kesempatan tersebut, Kamaruddin Abu Bakar atau akrab disapa Abu Razak mengatakan tim pengkajian dan pembinaan MoU Helsinki yang dipimpinnya itu sudah melakukan kajian-kajian terhadap butir-butir MoU Helsinki.
“Atas perintah Wali Nanggroe, tim ini sudah melakukan kajian-kajian. Di pusat saat ini ada wacana revisi UUPA, kita harus samakan persepsi, apakah UUPA perlu direvisi, atau apa-apa saja yang direvisi, atau langkah-langkah lain dalam upaya percepatan implementasi butir MoU Helsinki dan UUPA,” kata Abu Razak.
“Ini yang perlu kita satukan pendapat dengan seluruh elemen yang ada, apa-apa saja yang perlu ditindaklanjuti. Misalnya ada aturan di UUPA yang tumpang tindih, atau butuh aturan pelaksananya, itu tergantung pada kita semua,” tambah Abu Razak.
Abu Razak juga menjelaskan, sejak tahun 2020, pihaknya telah menginventarisir berbagai persoalan terkait implementasi UUPA, dan dituangkan dalam dua buah buku. “Tahun 2022 ini, kita ingin adanya aksi nyata dari hasil kajian-kajian yang telah dilaksanakan,” kata Abu Razak.
Ia juga menambahkan, meskipun perdamaian telah berlalu 17 tahun lamanya, dan ada banyak butir-butir perjanjian yang belum diimplementasikan oleh Pemerintah Pusat, namun apa yang menjadi hak-hak Aceh harus tetap diperjuangkan hingga kapanpun. (*)