Foto: Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh Aceh, Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA.
SinarPost.com, Banda Aceh – Surat Edaran yang dikeluarkan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terkait pengaturan pengeras suara di Masjid dan Mushalla demi alasan menjaga kedamaian antar umat beragama terus menuai polemik.
Bahkan kontroversi Menag berlanjut dengan pernyataannya yang merasionalkan aturan Pengeras suara tersebut dengan membandingkan suara toa di tempat ibadah dengan gonggongan anjing di sebuah komplek permukiman warga. Hal ini semakin menuai kecaman dari publik.
Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh Aceh, Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA menyayangkan pernyataan Menag Yaqut karena telah membuat kegaduhan bangsa dan melukai perasaan umat Islam. Ini berpotensi merusak ukhuwah umat Islam dan persatuan bangsa.
Menurutnya, menggeneralisasikan penggunaan toa untuk azan di masjid dan mushalla/surau menggangu pemeluk agama lain dan mengatasnamakan toleransi adalah keliru dan berlebihan.
“Seharusnya, tidak boleh seorangpun yang merasa terganggu dengan suara azan, apalagi melarangnya. Karena, azan adakah syariat dan syi’ar Islam yang harus dihormati oleh pemeluk agama lain, terutama muslim itu sendiri. Sebagaimana selama ini umat Islam menghormati syiar dan ajaran agama lain seperti bunyi lonceng gereja sebagai syiar panggilan ibadah umat Kristen dan asap pembakaran dupa sebagai ibadah umat hindu. Inilah toleransi yang benar,” ujar Yusran Hadi, dalam keterangannya kepada media ini, Sabtu (26/2/2022).
“Membuat perbandingan antara suara azan yang merupakan syi’atr Islam, ibadah dan seruan untuk shalat yang merupakan salah satu rukun Islam yang lima agar ditunaikan secara berjamaah di masjid dan mushalla/surau dengan suara gonggongan anjing dan melarang memperbesar suara azan dengan memperkecil suara volume toa adalah cermin sikap tidak toleransi beragama,” sambungnya.
Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara ini menilai, sangat aneh bila ada orang yang mengaku dirinya sebagai orang yang menjunjung prinsip toleransi, justru dirinya tidak toleransi, mengaku dirinya sebagai orang yang mengamalkan prinsip pancasila, tapi justru melanggar pancasila, mengaku taat hukum, tapi justru melanggar hukum.
“Pernyataan Yaqut ini menunjukkan sifat dan sikapnya yang islamophobia, karena hanya ditujukan khusus untuk ummat Islam, sedangkan penggunaan pengeras suara untuk keperluan lainnya, semisal konser musik dan lagu, pentas seni, perniagaan, pertandingan olah raga, perkawinan dan lainnya yang sering kali lebih keras dibanding suara Azan, tidak ditertibkan,” ucapnya.
“Pernyataan itu menunjukkan jati diri dan cermin kepribadiannya yang sebenarnya. Karena, suatu ucapan itu keluar dari keyakinan dan karakter seseorang. Ucapan seperti ini tidak mungkin keluar dari mulut seorang muslim yang baik dan benar keislaman dan keimanannya,” lanjut Yusran Hadi.
Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa pernyataan Yaqut sangat memalukan dan mencoreng pemerintah. Ucapannya menganalogikan suara azan dengan suara gonggongan anjing ini sangat kasar dan tidak sopan sehingga melukai hati umat Islam.
“Tidak pantas bagi seorang pejabat setingkat menteri berbicara seperti itu di hadapan publik dan di media, terlebih lagi bagi seorang menteri agama yang sepatutnya memberi keteladanan yang sejuk dan menumbuhkan spirit toleransi beragama yang benar. Ucapannya ini lebih parah dari orang yang tidak berpendidikan, karena tidak beradab dan tidak pula bersikap sopan santun terhadap agama dan umat Islam,” imbuhnya.
Doktor bidang Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM) itu mendukung kecaman dan penolakan para ulama, tokoh bangsa, tokoh ormas-ormas Islam, para intelektual dan seluruh umat Islam terhadap pernyataan Yaqut yang secara tegas mengecam dan menolak pernyataannya itu.
“Pernyataan Yaqut telah merusak toleransi beragama itu sendiri. Toleransi bermakna saling menghormati dalam menjalankan agama. Larangan Yaqut dalam Surat Edarannya sebagai menteri agama telah merusak makna dan semangat pengamalan toleransi,” pungkasnya.
Yusran Hadi turut meminta Menag Yaqut untuk menghentikan segala bentuk stigma keji terhadap syariat dan syi’ar Islam dan meminta Yaqut mencabut Surat Edarannya yang telah menjadi sumber masalah kegaduhan bangsa saat ini serta meminta maaf kepada umat Islam secara terbuka.