SinarPost.com, Jakarta – Pemerintah melanjutkan kebijakan penundaan sementara atau moratorium terhadap usulan pemekaran daerah baru. Hal tersebut disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin saat menerima Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (3/12/2020).
“Kebijakan Pemerintah terkait usulan pemekaran daerah masih dilakukan penundaan sementara, moratorium,” tegas Wapres Saat ini, Indonesia memiliki 223 Daerah Otonomi Baru (DOB).
Hasil evaluasi Pemerintah dan laporan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tahun 2019 menunjukkan bahwa sumber pendapatan sebagian besar dari 223 DOB yang dibentuk sejak tahun 1999 hingga 2014, masih tergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan belum mampu mandiri.
Lebih lanjut Wapres menyampaikan, moratorium ini didasarkan oleh beberapa hal, diantaranya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh DOB masih rendah serta kemampuan keuangan negara yang belum memungkinkan untuk menopang seluruh operasional yang dilakukan oleh DOB.
“Porsi PAD-nya masih berada di bawah dana transfer pusat. Ini salah satu alasannya itu,” ungkap Wapres. Selain itu, imbuhnya, kondisi kebijakan fiskal nasional sedang difokuskan untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
“Keuangan negara juga belum memungkinkan, terutama karena masih diperlukannya pembiayaan prioritas-prioritas pembangunan nasional yang bersifat strategis seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sumber daya manusia,” imbuh Wapres.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah sedang melakukan analisis secara menyeluruh terkait dampak dan kebutuhan anggaran daerah persiapan. Pemerintah melakukan optimalisasi kebijakan yang bersentuhan dengan masyarakat sebagai bagian dari alternatif dan solusi masalah dari pemerintahan daerah sebelum pemekaran.
“Pemberian Dana Desa dalam APBN Tahun 2020 sebesar Rp71,2 triliun, dan dalam Rancangan APBN Tahun 2021 sebesar Rp72 triliun rupiah, atau naik sebesar 1,1 persen. Kemudian juga program pencegahan stunting, program jaminan sosial, dan perlindungan sosial lainnya,” papar Wapres.
Wapres juga menyampaikan bahwa apabila nantinya pemerintah mencabut kebijakan moratorium ini, maka pembentukan DOB hendaknya dilakukan secara terbatas dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara dan evaluasi pembentukan daerah sebelumnya.
“Pembentukan DOB dilakukan secara terbatas dan berkaitan dengan kepentingan strategis nasional, kepentingan politik, dan kebutuhan masyarakat dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara, termasuk pertimbangan teknis lainnya sebagai hasil evaluasi pembentukan daerah sebelumnya,” pungkas Wapres.
Sejalan dengan Wapres, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Mendagri) Tito Karnavian menilai pembentukan DOB memerlukan anggaran yang besar, seperti anggaran infrastruktur, gaji pegawai, dan program kegiatan belanja modal dan belanja barang.
Untuk itu, dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara dan kondisi pandemi COVID-19 yang terjadi, maka hal tersebut akan memberikan kontraksi pada usulan pembentukan DOB. “Kita melihat kemampuan fiskal kita saat ini mengalami kontraksi yang cukup dalam dengan adanya pandemi. Kapasitas fiskal ini mempengaruhi pembentukan strategi DOB,” tutur Tito.
Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti menyampaikan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, DPD RI yang beranggotakan perwakilan dari seluruh Indonesia memiliki legitimasi dalam mengajukan dan membahas terkait penataan, pembentukan, dan penggabungan daerah. Untuk itu, DPD RI akan tetap konsisten memantau dinamika dan aspirasi yang ada di daerah perihal ini.
“DPD RI akan tetap konsisten mendengarkan dan memahami dinamika tuntutan perkembangan dan aspirasi yang berkembang di daerah, pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” tandas La Nyalla. Selain Ketua DPD RI La Nyala Mattalitti turut hadir pula dalam audiensi tersebut, Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi.